Taman Cinta
Cerpen Toto Sugiharto, R, Dimuat di Suara Pembaruan 03/14/2004Jika engkau ingin tahu siapakah orang yang benar-benar mencintaimu, datanglah ke taman cinta. Di taman itu engkau tidak perlu bersusah payah mengucapkan kata cinta karena pertemuanmu dengan pasanganmu di taman itu adalah bukti dari terjalinnya cinta di antara kalian.Banyak orang kecewa di sana. Sebab, mereka tidak bertemu dengan seseorang yang sebelumnya mengaku mencintai diri mereka. Tidak sedikit orang, lelaki dan perempuan, menjadi kaget dan putus asa setelah melihat orang yang dahulu dicintainya ternyata berpaling kepada orang lain yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya.
Mereka berpaling dari pasangan semula karena mereka lebih mencintai orang lain, dan begitu pula sebaliknya.Sebagian besar orang menganggap taman cinta juga tempat menguji cinta tiap-tiap pasangan sehingga ada juga yang menilai tempat itu sama saja dengan tempat hiburan pada umumnya. Tempat untuk berkencan atau kongkow-kongkow. Dan, acap kali terjadi insiden, mulai dari pertengkaran kecil hingga perkelahian, duel, adu fisik. Celakanya, pihak yang terlibat percekcokan juga ada kalanya hanya antara dua orang. Meski tidak jarang pula melibatkan tiga orang atau empat sampai lima orang. Dan, tentu saja, pokok soal dari insiden itu berawal dari persoalan, apalagi kalau bukan masalah, cintrong.Ada juga cerita yang menggelikan. Beberapa pasangan yang bertemu kembali untuk menemukan cinta sejati mereka adalah saat-saat mereka saling jatuh cinta di usia belia, di saat orang-orang menilai cinta mereka sekadar cinta monyet. Atau, banyak juga yang sepulangnya dari taman itu hanya gigit jari lantaran mereka tidak mendapatkan kembali pasangan, yang mereka kira masih mencintai mereka.Ya, taman cinta namanya. Jangan salah omong. Taman cinta berbeda dengan taman asmara, seandainya tempat yang disebut kedua itu juga ada. Atau, lebih-lebih, maaf, taman seks. Engkau bisa mendapatkan informasinya melalui website http://www.tamancinta.com.Taman itu secara fisik sama saja bentuknya dengan taman-taman pada umumnya yang dibangun di kota-kota atau di tempat-tempat wisata. Persis yang ditulis seorang jurnalis lengkap dengan fotonya di sebuah koran lokal. Ada banyak, atau lebih tepatnya dikatakan cukup atau proporsional, pepohonan tumbuh di taman itu. Rumput-rumput. Batu. Pondok-pondok yang juga menawarkan beraneka jenis makanan serta minuman, atau semacam pos-pos tempat berteduh dan bermalam. Juga, ayunan atau peralatan bermain untuk anak-anak dan keluarga serta fasilitas hiburan dan mandi-cuci-kakus.Jangan ditanya tentang desir angin yang menghanyutkan atau cericit burung di antara ranting-ranting pohon perindang. Juga, bola matahari yang tinggal separo di cakrawala bila senja tiba. Atau, bulan di langit berbintang diselingi dering serangga dan lenguhan burung malam serta lolong anjing dan serigala tatkala malam menyelimuti taman itu. Dan, ini, gemericik air yang mengalir di sungai kecil yang berkelok-kelok, membelah taman itu menjadi dua bagian namun tidak terpisahkan. Semuanya ada di taman cinta.Taman itu terletak di lereng bukit. Bukit itu bagian dari tepi atau punggung dari sebongkah gunung berapi. Udara dingin akan menyergap kulit tubuhmu bila hari berganti malam atau di waktu fajar. Sebaliknya, kesejukan akan menyelimuti kulitmu di saat siang. Dan, waktu pun terasa tidak beranjak sehingga engkau merasakan betapa singkat pertemuan kalian di taman itu.Sekali lagi, taman itu adalah sebuah tempat untuk menguji cinta sejati, tempat untuk bertemu dengan orang yang mencintaimu dalam hidupmu di dunia yang fana. Oleh sebab itu, tidak lucu kalau kalian berangkat bersama-sama. Kalian harus berangkat sendiri-sendiri karena dalam kesendirian kalian akan merenungkan dengan lebih jernih untuk memperkirakan atau membayangkan tentang siapa sebenarnya orang yang benar-benar mencintaimu.Jika engkau perempuan, engkau akan disambut oleh seorang lelaki gagah dan tampan. Namun, engkau tidak bisa mengenali wajahnya karena ia bertopeng. Ia memakai topeng Raden Panji Inu Kertapati alias Panji Asmarabangun. Jika engkau lelaki, maka seorang perempuan cantik dan anggun akan menyambutmu. Perempuan itu juga memakai topeng. Dia menyembunyikan raut mukanya dengan topeng Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Mereka akan memberi beberapa petunjuk atau semacam pengantar dan cara bagaimana engkau bisa mencapai taman cinta dan bagaimana cara kembali dari tempat itu.Maka, engkau tinggal menyusuri jalan setapak, di antara semak belukar dan pohon-pohon tinggi. Jarak tempat itu juga relatif. Bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam, tapi bisa pula ditempuh dalam waktu berbulan-bulan. Sebab, hanya di antara engkau yang membulatkan niat dan kemauan berusaha yang dapat memasuki taman cinta.HALNYA berbeda dengan diriku. Keberadaanku di taman cinta adalah untuk merawatnya sekalian melihat-lihat pertemuan pasangan-pasangan itu, juga mengisahkannya kepadamu. Atau, katakanlah, karena memang demikian orang menyebut diriku: juru kunci taman i.Tentu hanya sebagian dari pertemuan pasangan-pasangan itu yang dapat kuceritakan kepadamu. Seperti kisah pertemuan penyair dengan bekas istrinya yang dicerainya dulu.Lihatlah, penyair itu bertemu kembali dengan bekas istrinya. Mereka bercerai karena istri penyair itu berselingkuh dengan seorang lelaki asing, yang tidak dikenal penyair. Mereka bertemu kembali di taman itu sebagai bukti cinta sejati perempuan itu tidak bisa dipadamkan. Sebab, begitulah cinta sejati tumbuh di hati mereka, yakni ketika mereka sama-sama dirundung susah dan miskin. Sampai tibalah saatnya godaan datang. Rayuan gombal menyerbu perempuan itu dari mulut lelaki yang sudah lama mengincar dan bernafsu memiliki perempuan itu dengan cara merebutnya dari mahligai rumah tangga penyair yang sudah dikaruniai seorang anak.Hidup susah dan miskin mengakibatkan istri penyair naik pitam kepada suaminya yang mengandalkan hidup dari menulis sajak. Maka berpalinglah perempuan itu dari kehidupan penyair dengan merelakan tubuh dan jiwanya direbut untuk dimiliki lelaki kaya itu.Lihatlah, penyair dan bekas istrinya itu bercengkerama. Mereka bergurau dan saling berbagi cerita setelah sekian lama mereka hidup terpisah dengan kesibukan rumah tangga mereka yang baru, di bentangan dua kota yang berjarak ratusan kilometer.Dengarlah obrolan mereka, seperti berikut ini,"Sejak awal aku sudah membayangkan kemungkinan bertemu denganmu," bisik penyair itu.Perempuan itu tersenyum."Kini aku tahu takdirku, takdir kita. Bertemu kembali denganmu. Pasangan jiwaku," bisik penyair itu lagi.Perempuan itu tersenyum lagi."Kenapa hanya senyam-senyum saja? Ayo, ceritalah tentang rumah tanggamu, anak-anakmu, juga anak sulung kita yang kau rawat.""Kamu sama saja. Seperti dulu. Perayu kawakan.""Begitu? It's up to you. Aku tak akan memaksa. Oh, sorry. Bukankah kamu juga belum tentu memutuskan untuk kembali kepadaku?"Perempuan itu terdongak. Ia melepaskan diri dari pelukan penyair itu."Sorry, Nduk. Kumohon jangan salah paham. Perasaanku....""Perasaanku juga begitu. Aku tak berani memimpikan itu lagi. Kembalilah kamu kepada istrimu. Anakmu juga masih kecil. Mereka masih membutuhkan kamu.""Please, jangan salah paham, Sayang.""Tahukah kamu, kenapa aku dulu berpaling darimu?""Karena aku miskin dan bikin susah kamu?""Bukan.""Lalu apa?""Karena aku kesepian. Bukankah kamu lama mengembara, mencari jati diri sebagai penyair?""Kalau begitu, aku salah menilai dirimu. Sebab, sejak itu aku dendam pada kesusahan dan kemiskinan. Sehingga, sepeninggal kamu, muncul hasutan dalam hatiku, aku harus mencari uang sebanyak-banyaknya. Jalan untuk itu tidaklah sulit ii. Aku mencari uang dan menumpuk harta. Kini, semua telah kumiliki karena dendam. Aku hanya melunaskan dendamku kepadamu, Sayang."Perempuan itu menangis. Kedua matanya menitikkan air bening.Wahai kehidupan. Aduhai penderitaan. Apakah kehidupan penyair itu penuh dengan penderitaan?Tapi, penyair itu tidak memedulikan perempuan, bekas istrinya. Ia begitu saja mencerocos, melanjutkan kalimatnya, "Dari waktu ke waktu. Seiring tumbuhnya ambisiku menumpuk harta, aku meluapkan nafsuku untuk memasuki kehidupan politik. Kuakui, aku merasakan sesuatu yang asing pada diriku. Dunia politik dan sastra memang bertentangan. Meski dalam kehidupan sastra kita jumpai klik-klik atau semacam intrik ala dunia politik. Sehingga, tidak sedikit orang menilai aku sedang memolitisasi sastra dan sebaliknya, mengemas cara berpolitik dengan lebih indah dan beradab....""Sudahlah, Mas, cukup."Tapi, sekali lagi, penyair itu tidak peduli. Ia memuntahkan semua pengalamannya pascakehidupan rumah tangga mereka."Aku terjebak pada sentimentalitas. Padahal, dalam dunia politik tidak dikenal sentimen-sentimen macam itu. Aku memang cengeng. Karena itu aku mengawali karier politikku dengan keyakinan bahwa politik adalah kekuasaan yang diraih dan diperjuangkan untuk membebaskan masyarakat dari ketidakadilan. Tapi, aku juga menyangka seorang penguasa yang otoriter dan diktator bisa dimaafkan. Karena, bukankah Tuhan juga mengampuni umat-Nya yang bertaubat? Tapi, kisahku lain. Dalam politik tidak bisa begitu. Meskipun substansinya begitu. Dalam politik perlu basa-basi, perlu banyak topeng yang bisa kita pakai dalam waktu yang tepat dan proporsional. Dalam politik seperti itulah aku menemukan kegagalanku. Aku baru menyadari keterbatasanku. Dan, orang-orang membenciku. Aku kesepian lebih dari kesepian yang mendera hatimu, Nduk. Aku gagal.""Kamu masih ada waktu.""Tidak. Mereka tak mau lagi mempercayaiku. Kini, aku bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Aku hanya bekas seorang penulis puisi."ROMANTIS, kan? Juga, lumayan sentimentil. Pertemuan yang mengharukan. Melodramatis.Pertemuan kalian, engkau dengan orang yang mencintaimu, mungkin akan lebih mengharukan. Dan, tentu saja, seperti kisah pertemuan penyair dengan bekas istrinya, maka kalian juga berhak menetapkan pilihan untuk kembali hidup bersama, melanjutkan biografi cinta kalian atau berpisah, menempuh hidup sendiri-sendiri. Jika kalian menetapkan pilihan untuk kembali hidup bersama, maka kalian akan menikmatinya, hidup bahagia di taman cinta dan abadi untuk selamanya. Kalian akan menjadi manusia baru tanpa perlu menoleh sejarah yang laluiii. Sebaliknya, jika kalian mantap dengan pilihan kedua, maka kalian akan kembali menjalani hidup sehari-hari di dunia yang fana. Segalanya dikembalikan kepada kalian. Segala kemungkinan masih bisa terjadi di taman cinta. Bukalah website kami di http://www.tamancinta.com. Ikutilah segala petunjuknya. Datanglah....Yogyakarta, November 2003Catatan:i Dalam drama Topeng Kayu karya Dr Kuntowijoyo terdapat tokoh Juru Kunci Taman.ii Dikutip dari dialog Joki Tobing (diperankan Rendra) kepada Widuri (dengan aktris Marini) dalam film Terminal Cinta yang diangkat dari novel Ashadi Siregar.iii Tokoh Juru Kunci Taman dalam drama Topeng Kayu karya Dr Kuntowijoyo mengatakan, "Tuan dan Nyonya akan menjadi manusia baru tanpa perlu menoleh sejarah yang lalu."***
No comments:
Post a Comment