Pages

cerpen remaja

Tersimpan Selamanya
Rachel mencoba memejamkan matanya, namun sulit sekali rasanya. Dipikirannya entah mengapa hanya ada Rex, kakak kelasnya yang sudah lama ia puja, kelas satu. Rex memang sangat baik, pintar dan lumayan tampan. Bagi Rachel, Rex adalah orang yang paling sempurna. Meskipun Rex tidak tahu bahwa Rachel sangat mengagumi dan mencintainya.

Berawal dari masuknya Rachel ke EGO (Eterna Golden Voice), sebuah ekstrakulikuler Vocal Group di sekolah Rachel, Eterna City School. Rex juga anggota EGO, angkatan diatas Rachel. Dan sejak itulah Rachel jatuh hati pada kakak kelasnya itu. Rachel orangnya sangat pemalu dalam cinta. Dia hanya memendamnya dihati, berharap perasaan itu akan hilang dengan sendirinya. Tapi toh, siapa tahu jika dia jujur, ternyata Rex juga jatuh hati padanya, bisa menjadi keberuntungan untuk Rachel. Namun Rachel tidak mau mengambil resiko.

Kamis ini ada Event besar di Eterna City School, dan EGO diundang untuk mengisi acara menyanyikan 2 lagu. Kesempatan ini sangat dinantikan oleh Rachel, karena acara ini membuat EGO sering berlatih, 3x seminggu. Dan Rachel bisa melihat pujaannya itu lebih sering. Rex adalah seorang pria yang apa adanya, berhidung mancung, dan sangat pintar. Mungkin karena ke-apa-adanya-an-nya itu yang membuat Rachel sangat tergila pada Rex.

Tak terasa Event telah dimulai, Tim EGO akan menampilkan lagu I'm with You (Avril Lavigne) dan More Than Words (Westlife).

***


Hari ini, adalah hari terakhir kelas 3 berada di Eterna City School. Ya, mereka telah dinyatakan lulus dan hari ini adalah hari Wisuda. Terlihat Rex dengan gagahnya mengenakan Kemeja berhias Jas Hitam. Rachel menangis tersedu-sedu dari kamar ganti. Rachel masih kelas dua dan EGO hari ini mengisi acara wisuda menyanyikan 8 lagu. Ini adalah hari terakhir Rachel bertemu Rex.

Tim EGO menaiki panggung, lalu mendendangkan lagu Gaudeamus Igitur. Rachel menatap kearah Rex, namun Rex tidak menyadari. Rex terlihat sedang tersenyum dan Rachel tanpa sadar telah menitikkan airmata dipanggung.

Tanpa terasa wisuda hampir berakhir. Rachel masih tetap menangis, menangis dan menangis.

"Rex, biarlah kutak menjadi milikku. Biarlah hanya tuhan yang tahu betapa aku sangat mencintaimu. Bahagialah selepas sekolah nanti, bahagiamulah semangat hidupku. Biarlah aku tersiksa, biarlah hatiku yang berteriak. Kujanji, cinta ini akan selalu kujaga, dan akan Tersimpan Selamanya. Sampai jumpa, aku selalu merindukanmu." Ujar Rachel dalam hati.

Rachel pulang dengan langkah gontai dan tersedu-sedu. Tanpa dia sadari, sebuah mobil merah berlari kencang menuju kearah Rachel.

Braaakkk... Rachel terlempar 3 meter dari jalan raya. Kini ia hanya berhiaskan pakaian kotor dan darah segar. Dan cinta Rachel-pun abadi selamanya.

cerpen remaja

Cinta Sejati :: Kisah seekor burung merpati jantan dan melati putih.
Cinta Sejati :: Kisah seekor burung merpati dan bunga melati Pada suatu hari,hidunplah seekor burung merpati jantan yang hidup di sangkar dekat ranting pohon akasia di Taman Kota.Hari-hari indah selalui di laluinya,mengapa demikian ? Karena ia selalu ditemani oleh setangkai bunga melati di bawah sangkarnya . Entah mengapa,burung merpati sangat mencintai bunga melati itu,namun,sang melati malah sebaliknya,ia benci dan iri terhadap burung merpati yang selalu terbang bebas kemanapun ia pergi,dan melati,ia selalu dianggap tidak menarik dengan warna bunga yang biasa ini .Sore hari,Sang Merpati melihat Melati sedih sendiri di tengah rerumputan yang tak bisa diajak berteman. Merpati pun mendaratkan tubuhnya di salah satu pagar taman yang melindungi bunga melati itu . “Hei melati yang indah,kenapa kau bersedih ?” Tanya Sang Merpati . “Apa ? indah ? untuk apa kau datang kemari?Jangan sok peduli” Bukannya membalas dengan baik,Melati malah memarahi Sang Merpati . “Iya,kau memang indah,kau selalu terlihat mempesona dimataku,aku memang peduli terhadap mu, taukah kamu ? bahwa aku selalu memperhatikanmu setiap saat setelah mencari makan,dan taukah kamu ? bahwa yang selalu menyirammu dengan air hangat di tengah malam yang dingin itu aku,aku yang selalu membasahi bulu-bulu ku di bukit dekat pemandian air panas itu dan membawanya kesini dan ku berikan padamu disaat kau terlelap kedinginan,dan taukah kamu ? bahwa aku sangat sangat mencintaimu” Kata Merpati . “Oh ... makasih,jadi,apakah aku harus berbalas budi padamu ? aku ini tidak seperti dirimu,yang bisa terbang bebas ke sana kemari, aku ..aku hanya disini sendiri,di temani rerumputan ini yang tidak ingin berbicara denganku,aku yang memiliki warna yang tidak memikat ! aku kesepian selama ini !!”Melati pun menitikkan air mata, “Apa ?? kau mencintaiku ? bohong !”marah si Melati tak percaya dengan kata-kata sang Merpati . “Iya ! aku sangat mencintaimu ! aku akan lakukan apa saja yang kau inginkan !” Kata Sang Merpati . “OK ! buktikan itu ! aku ingin kau dapat merubahku menjadi merah dalam jangka waktu 2 hari !” Pinta sang Melati . “OK ! akan ku lakukan itu,berikan aku waktu”Kata Sang Merpati dan ia segera terbang ke ranting pohon dekat sangkarnya . Selama 2 hari itu,merpati selalu memikirkan bagaimana cara merubah melati putih menjadi merah,ia selalu memikirkan nya . 2 hari kemudian,datanglah merpati ke pagar dekat melati.Melati sedang terlelap di subuh hari itu . Merpati belum menemukan cara bagaimana membuat melati putih menjadi merah . Setelah beberapa saat ia memandangi melati,terlintaslah cara untuk merubah melati putih menjadi merah . Merpati terbang ke tepi jalan,dilihatnya lampu jalan yang terlak di sudut kota,ia segera memecahkan bohlam lampu dengan kepalanya sehingga bohlam jatuh dan pecah.Diambilnya pecahan bohlam yang terbesar dan dibawanya ke Taman . Taman masih terlihat sepi. Merpatipun terbang ke atas Sang Melati,di pegangnya pecahan kaca yang terletak di sayap kanannya,dalam keadaan terbang di atas,Merpati mulai menggoreskan pecahan bohlam itu ke sayap kirinya, setelah beberapa waktu,darah menetes ke melati putih itu,dan keajaiban terjadi,melati yang semula putih itu berubah menjadi kemerah merahan , ternyata mahkota yang menyerap darah yang penuh cinta itu . Merpati tersenyum bahagia,di potongnya lagi sayap kirinya sampai putus dan jatuh kebawah. Merpatipun terlihat semakin melemah namun tetap tersenyum,kini,merpatipun terbang dengan satu sayap saja,walau sulit untuk di percaya,merpati masih dapat terbang dengan satu sayap saja . Demi membahagiakan melati putih kesayangannya,merpati rela menggigit sayap kanannya dengan mulutnya,hingga,keluarnya tetes tetes darah merpati,darah semakin deras menetes ke melati,kini,melati itu benar-benar merah. Merah yang bukan merah biasa,merah yang sangaaaaat merah sekali,kini,melati terlihat memikat hati . Namun,Merpati tersenyum,jatuh,dan melemah . Terlihat merpati mengatakan sesuatu terhadap rerumputan itu . Waktu menunjukkan pukul 6:30,matahi terbit di timur sana,melati putih yang kini menjadi merah pun terbangun. Ia kaget,ia melihat merpati jatuh dengan 1 sayap yang terpisah dari tubuhnya,dan satu sayang terkoyak dan masih melekat ditubuh sang merpati . Entah mengapa,melati pun menangis . “Melati-melati,sekarang lihatlah,merpati telah membuktikannnya,kini kau telihat anggun dengan warna merah yang sangaaaaat merah ! Ia tadi bilang : Bilang pada melati,bahwa aku mencintainya,aku rela melakukan apapun untuknya,walaupun itu tidak dapat membuatku bahagia lagi,kini,aku tidak memiliki sayap yang dapat berfungsi lagi,cinta itu tidak memandang perbedaan,aku sangaaat mencintai melati,dan bilanglah,maaf,aku tidak dapat melindungimu lagi di tengah malam yang dingin dengan meneteskan air panas,kini,ia pasti akan memikat hati pengunjung taman ini,ia pasti akan hidup bahagia tanpa diriku,aku sungguh bahagia bila melihatnya bahagia,lihatlah rumput ! melati anggun bukan dengan warna merah darahku ? aku rela mati untuknya, dan bilang padanya .. aku sangat mencintainya.. dan ntah mengapa.. merpati tidur dan tidak terbangun lagi !” Kata rerumputan menyampaikan pesan dari detik-detik terakhir kehidupan merpati .Melati sekali lagi meneteskan air mata tanda kesedihan,ia kini menyesal . “Kenapa aku selalu tidak mempercayai kata-kataa merpati ?? kenapa ??? aku sungguh menyesal !! oh tuhan !! buatlah merpati kembali bahagia !! ku inginkan ia bahagia !! “ Melati teriak menangis . Namun,itu telah terlambat,sekarang ia tak dapat lagi melihat merpati,dan ternyata..sebenarnya... melati juga mencintai merpati , namun ia tak ingin mengakuinya . Seorang wanita cantik datang menghampiri melati . “Hei sayang ! lihatlah ! melati ini sungguh anggun,dan ia... merah ! sungguh merah !”Kata wanita itu dengan lelaki di sampingnya .Lelaki itu memetik melati,dan memberikan kepada wanita itu . “Ini,kamu rawat ya?”Kata lelaki itu sambil tersenyum . “OK say !”Jawab sang wanita .Merekapun meninggali taman .“Merpati,sungguh,ku takpercaya, kata-kata mu membuatku percaya apa arti cinta,kini..aku mungkin dapat hidup bahagia dengan wanita ini...ku harapkan engkau dspt hidup di surga sana dengan bahagia,dan makasih atas darahmu..dan ... i love you” Kata melati dalam benaknya .

cerpen remaja

Seandainya saja aku
Seandainya saja aku Aku duduk di halte depan sekolahan, aku menunggu temanku si Habib. Tapi entah kenapa ia belum datang juga hari ini. Padahal kita sudah janjian jam 07.00 dan sekarang sudah jam 07.18. untuk mengatasi rasa bosan, aku melihat mobil-mobil yang melintas didepanku. Tak sengaja kulihat mobil merah mengkilap dan kelihatannya itu baru. Aku membayangkan seandainya saja aku memiliki mobil itu dan mengendarainya, pasti senag sekali rasanya. “Ah, itu tak mungkin” Ucap ku reflek .Ternyata Habib belum juga datang,. Aku khawatir padanya. Mungkinkah ia mengantar adiknya sekolah dulu? Ataukah dia ketiduran karena semalam ia lembur bekerja. Terlihat diseberang jalan terlihat anak kecil yang terjauth dan kakinya tersangkut di selokan. Ia menjerit dan menangis.Kulihat tadi orang tuanya pergi sebentar untuk membelikan sesuatu tapi sekarang anak itu sendirian. “Kasihan sekali anak itu” hanya itu yang terucap di bibirku. Aku ingin sekali menolongnya tapi biarlah. Mungkin ada orang lain yang menolongnya. Dan ternyata benar, ada seorang perempuan berumur tiga puluhan menolong anak itu dan menghiburnya. Aku merasa malu pada diriku ini tapi apa boleh buat. Aku memang orang yang seperti ini. Tak usah menolong anak itu toh ada orang lain yang menolongnya. Kulihat jam tanganku dan kulihat kanan-kiri, mungkin Habib sudah datang tapi aku heran sekali kenapa Habib sangat telat hari ini. Biasanya ia selalu tepat waktu dan jarang sekali ia telat seperti ini.Hatiku mulai tak terjaga tapi aku mencoba untuk manjaga hatiku agar tidak kotor karena berprasangka buruk. Aku tak sengaja teringat Syair Jagalah Hati ciptaan Abdullah Gymnastiar. Jagalah hati jangan kau kotori,jagalah hati lentera hidup ini. Sekelumit Syair yang mengingatkanku akan pentingnya menjaga hati. Tak lama kemudian ada orang yang duduk disampingku. Ia bukan Habib temanku melainkan orang lain yang sekedar duduk. Aku mengira-ngira bahwa orang itu berumur empat puluh tahunan, wajahnya tampak bersahabat dan memasyarakat. Aku merasa canggung untuk berkenalan dengannya tapi jika kita berkenalan apa salahnya? Itung-itung menjalin Silaturahim. Aku sedikit grogi ketika ingin mengajaknya bicara tapi perasaan takut ini hilang ketika kuingat bahwa sesama Muslim kita harus menjalin Silaturahim. Tanpa rasa canggung, aku langsung menoleh kearahnya “Pak….” Belum selesai ku berbicara, orang itu pergi meninggalkanku. Mungkin ia terburu-buru. Aku mencoba berpikir positif tapi meski seperti itu, aku sebenarnya merasa kurang sreg dan sakit hati dikit.Maklum saja namanya juga manusia. Ketika kita di campakan atau tidak dianggap seseorang pasti merasakan hal yang sama kecuali orang-orang yang berpikir positif. Ternyata Syetan itu pintar sekali, ia merasuki pikiran seseorang hingga hati ini kotor dan tak terjaga. “ Ya Allah jagalah hatiku” Aku berdo’a dalam hati. Hampir setengah jam, Habib belum juga datang. Lalu ada orang lain yang duduk disampingku lagi tapi kali ini ia lebih muda. Aku mengira-ngira jika umur anak itu masih belasan tahun. Ia menoleh kearahku sambil tersenyum. “Ah, rasanya berbeda sekali jika dibandingkan orang yang tadi” tak sengaja aku membanding-bandingkan orang yang tadi dengan yang sekarang disampingku. “Lagi nunggu Pak?” Pemuda itu bertanya padaku. “Ya,aku sedang menunggu teman” Jujur saja aku salut dengannya. Lalu ia mendekat padaku. “Mau ini” Ia menyodorkan tiga permen karet untukku. “Terima kasih” Aku menerimanya dengan senang hati. Jarang-jarang ada pemuda sebaik dia. “Mau nunggu juga?” Aku gantian menanyainya. “Nggak, saya disini ingin melepas penat saja” Jawabnya santai. “Masih sekolah?” “Ya, sekarang kelas 3 SMA” “Sebentar lagi Ujian Nasional, kok nggak belajar?” Tanyaku. “kalau belajar terus nanti Stress pak, ibarat komputer 200 jam nggak dimatikan” “Ohh.. semoga aja sukses nantinya” “Amin.”Ucapnya mantap. Aku memakan permen pemberiannya dan tak sengaja aku bertanya lagi masalah permen itu. Ketika kutanya, ia dengan semangat menjawab bahwa permen ini adalah pengganti rokok anak muda sekarang. Aku lagi-lagi salut dengannya karena tidak merokok. Untuk lebih akrab lagi, aku tanyai apakah sudah punya apa belum dan ia malu untuk menjawabnya tapi kurasa ia sudah punya pacar. Dan itu tercermin jelas di wajahnya.Tak terasa aku sudah setengah jam lebih aku menunggu si Habib. Dan terlihat dari kejauhan aku melihatnya berlari kearahku. Aku tersenyum padanya tapi wajah si Habib tampak gelisah. Saat ia sudah datang didepan mataku ia meminta maaf atas keterlambatannya. “Maaf Mas.. tadi ngantarkan ibu ke pasar” Ucap si Habib dengan nafas terengah-engah. “Nggak apa-apa kok” Jawabku tenang. “Teman bapak?” Tanya pemuda itu padaku. “Namanya Habib” Aku saja sampai lupa menanyai namanya. Repot juga jika terlanjur mengobrol sampai identitas saja tak tahu. Akhirnya kuperkenalkan diriku dan pemuda itu memperkenalkan dirinya. Sudah saatnya aku pergi bersama Habib. Aku berpamitan pada pemuda itu. lalu Habib menggendongku. Ya, aku ini tak memliki kaki seperti orang kebanyakan. Kedua kakiku diamputasi karena luka yang cukup serius. Aku setiap hari mengandalkan Habib. Tanpa dia aku tak berdaya bahkan jika tanpanya aku malah ngesot. Repot juga jika tak memiliki kaki. Aku teringat orang yang tadi meninggalkanku, mungkin ia menganggapku seperti pengemis hingga ia pergi meninggalkanku. Kulambaikan tangan kearah pemuda itu dan ia membalasnya dengan penuh keceriaan.Aku tak menyangka ternyata masih ada orang yang berkenalan denganku. Aku pikir aku ini sudah dicampakan selama-lamanya. Aku juga sering dianggap seperti pengemis, tidak hanya tadi saja. Tapi kadang ketika aku duduk-duduk atau istirahat, ada juga yang melempari uang kearahku. Aku tak terima jika aku dianggap pengemis. Mungkin pakaianku yang lusuh ini ataukah kecacatan ku ini? Hmm, tapi memang inilah aku. Seandainya aku memiliki kaki, pasti akan kutolong anak yang tersangkut diselokan tadi. Melihat orang-orang yang terkadang menghinaku baik secara langsung atau tak langsung. Aku menilainya bahwa kebanyakan orang itu bergaul memilih-milih. Mereka tak sudi ketika disampingnya ada orang seperti pengemis ini. Mereka mungkin merasa jijik dengan orang yang mirip sampah ini. Aku heran mengapa mereka seperti itu? apakah Rasullah SAW dulu mengajarkan kita untuk menjauhi orang-orang yang kumal dan cacat seperti aku ini? Tapi Allah masih sayang padaku. Ia memberiku hidup dan teman, meski hanya Habib dan Pemuda itu barusan.

cerpen remaja

Era udah Insyaf

Insyaf


Sepulang sekolah Era membanting tas ranselnya ke atas kasur di kamarnya, lantas mendengus kesal
“ Huh sebel deh, guru macam apa tuh, siswa gak bisa jawab soal kok malah di strap didepan kelas” Era mendengus “ Bukannya diajarin, malah ngabis-ngabisin waktu aja nungguin anak super jenius yang maju, sudah tau materi itu belum diajarkan, eh dia kira otak kita otak Einstein?” Era berpikir sejenak “oh iya ya, dulu kan Einstein itu bego”
“ Ra, aku masuk ya!” kata Ingka setelah masuk kekamar Era
“ Gak usah izin deh, lu udah masuk duluan sebelum izin” kata Era
“ Apa-apaan nih, kok kamar lo berantakan gini? Muka lo juga gak kalah berantakan” kata Ingka “ Ada apakah gerangan?”
“ Gerangan gerangan, sok puitis loh, udah deh” kata Era
“ Eh, pesannya Bu Celi kan, kita sebagai pemuda pemudi Indonesia, harus tetap menjaga kepuitisan” kata Ingka
“ Kalo gitu repot tauk, musti mikir dulu baru ngomong” kata Era
“ Maksud Lo?” Tanya Ingka
“ Belagak pilon luh, coba bayangin aja, matahari, kita bingung kan mo pake apa? Surya kek, mentari kek, raja siang kek, lama-lama puyeng juga kan?” kata Era
“ Makanya dibiasain dong, kalo nenek-nenek cara ngomongnya kayak lo, apa gak ancur tuh?” kata Ingka
“ Lebih ancur lagi kalo ada nenek-nenek kecentilan yang sok romantis and puitis ngerayu cicitnya” kata Era
“ Busyet, napa sih lo? Ketelen biji kedondong?” tanya Ingka
“ Enggak tuh, Cuma keselek sandal jepit, entar lagi gue muntahin kekepala elo” kata Era
“ Eh kamu tau gak, Bu Elsi tadi pulang digonceng sama Rio lho” kata Ingka
“ Rio katarak kali” jawab Era
“ Gak katarak kali Er, Bu Elsi kan masih ca’em, umurnya masih kepala 4, dan anaknya baru 3, lagipula Rio kan tipikal anak yang aneh” kata Ingka
“ Gak bakalan cemburu deh gua, kalo Cuma sama guru berumur 49 tahun, Rio anaknya Bu Elsi kali?” kata Era
“ Eh, iya Er, besok itu ulangan Agama lho!” kata Ingka
“ Apa! Yang bener loh, waduh, terakhir buku agama gue, gue taro dimana ya?” Era mulai sibuk mencari buku agamanya yang gak tentu ada di kamarnya
“ Lu biasanya kan suka lempar-lempar buku sama Adek lo, oh ya, gue inget waktu elo lagi nyampul buku agama kan, elo nimpuk kepala Adek lu pake buku cetak Agama” kata Ingka
“ Masa? Nyeet!!! Monyeet woi uwa uwa kemari loh!” panggil Era
“ Apaan sih Baboon?” kata Moza
“ Lo liat buku Agama gue gak?” kata Era
“ Buku? Agama?Yang mana sih?” kata Moza
“ Belaga o’on lagi!Itu lo yang gue buat nimpuk lo Minggu kemarin” kata Era
“ Yeee.....salah ndiri sapa suruh pake nimpuk-nimpuk orang semaunya aja.” Kata Moza
“ Pokoknya gue gak mo tau, lo harus cari buku gue sampe ketemu!Besok tu gue mo ulangan Agama tau? Kata Era ketus
“ Emangnya gue pikirin, mo ulangan Agama kek, Fisika kek, tu kan buku lo!!!Jadi kalo ilang ya lo donk yang cariin, jangan asal perintah n’ nuduh aja donk?” kata Moza
“ Pokoknya cariin sampe dapet, ayo cepetan ......” teriak Era sambil menjewer telinga adiknya dan keluar dari kamarnya
“ Mama... mama...kak Era ma........” jerit Moza sambil berusaha melepaskan jeweran kakaknya
“ Berisik, dasar tukang ngadu “ kata Era pelan
Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki menghampiri mereka yang berada di ruang tamu.
“ Udah dech Ra, ngapain sih lo mesti ribut-ribut, lagian cuma masalah kecil doank ’’ kata Ingka menenangkan kedua saudara tersebut yang sedang bertikai
“ Apa masalah kecil lo bilang !Jadi kalo gue gak belajar, emanknya gue boleh nyontek lo???” kata Era menyindir
“ Enak aja, gue udah belajar mati-matian lo tinggal nyontek pekerjaan gue’’
kata Ingka dengan ketusnya
“ Makanya bantuin gue nyariin donk!!!Mana yach....mana?” kata Era sambil menggaruk-garuk kepalanya
“ Oiya kalo gue gak salah ingat kemarin kan masuk ke kolong meja itu!” kata Era
Era berjalan menuju ke ruang keluarga diikuti oleh Ingka yang sejak tadi setia menemaninya mencari buku.
” Mungkin disini kali ya” Era merogoh dibawah kolong meja “ Horeee dapet...dapet...” teriak Era bahagia ketika menemukan buku Agamanya
“ Nah, kan kalo dicari bener-bener pasti ketemu “ kata Ingka menasehati
“ Makanya jangan asal nuduh orang donk kalo gak ada buktinya “ sela Moza yang dari tadi mengamati gerak-gerik kakaknya dari arah kejauhan
“ Udah ya Ra, gue mo pulang dulu, udah sore nih!!! Ntar dicari ortu ” kata Ingka berpamitan
Keesokan harinya, sesampainya Era di sekolah...
“ Rajinnya ...ngapain sih belajar, mendingan nyontek aja kali? Gak perlu susah payah belajar n’ hasilnya bisa memuaskan
“ Tapi kalo ketauan gimana?
“ Ya palingan tinggal di keluarin dari kelas gampang kan? Hehehe gue becanda kok, ya harus pake tak tik dong?” ejek Era pada temannya
“ Kalian lagi ngomongin apa sih? Kok kayaknya seru banget, dari luar kedengeran loh” kata Rio yang baru datang
“ Ini juga, nyambung aja kayak kabel” kata Era
Rio langsung bengong dengan tampang polosnya
“ Emangnya kenapa sih? Lagi ngomongin apa sih” kata Rio seakan ingin tahu “ Apaan sih? Gue penasaran nih, teman-teman?”
“ Teman-teman teman-teman, kebanyakan nonton film dora the explorer luh” ejek Era
“ Apa sih? “ Rio salah tingkah
“ Dia itu tontonannya lain Dora, tapi Kapten Tsubasa tauk” sambung anak cowok lainnya
Tiba-tiba guru agama datang dengan tampang berseri-seri
“ Assalammu’alaikum anak-anak” kata Pak Ahmad sambil menaruh tasnya di meja guru
“ Psst, wah dari tampangnya Pak Ahmad nih, kayaknya dia lupa lagi nih, kalau kita ada ulangan” bisik Era
“ Yak, kertasnya disiapkan ya anak-anak” kata Pak Ahmad
“ Waduuh” Era merobek kertas dari buku agamanya
Lalu ulangan pun berjalan
“ Waduh, Ghafar artinya apa yak? Go-Far, pergi jauh? Haduh” Era mengintip buku agama di lacinya, dan rupanya Pak Ahmad melihatnya dari kejauhan, beliau tiba tiba berdiri
“ Anak-anak, nyontek itu berdo..?” kata Pak Ahmad
“ Saaaa!!!” sambung Era paling nyaring sendiri sambil tetap membuka buku agamanya, dari belakang Rio melihat Era, dan ia geleng-geleng kepala
“ Dasar anak nyeleneh” gumam Rio
“ Era” tegur Pak Ahmad lembut
“ Ya Pak?” sahut Era sambil mendorong masuk bukunya
“ Sekali lagi kamu nyontek, keluar ya?!” kata Pak Ahmad sambil senyam senyum, dan tutur katanya masih tetap lembut, Era langsung terdiam
Saat istirahat...
“ Habis Pak Ahmad, marah atau enggak, gak ada bedanya, masih senyuuum aja” gerutu Era
“ Iya dong, senyum itu kan ibadah paling murah nyehehe” sambung Rio dari belakang sambil menunjuk kedua pipinya dengan telunjuknya
“ Halah” Era mendorong Rio dengan buku cetaknya
“ Ehem” Ingka berdeham mencurigakan dan melirik Era dengan lebih mencurigakan lagi
“ Apa? Apa? Nantangin? Minta ditelen lu yah!” Era menarik Ingka keluar kelas “ Apaan sih lu, nyebelin amat”
“ Habis, ada yang tersipu malu malu, menyeramkan” kata Ingka
“ Kamu tuh lebih nyeremin dari kuntilanak versus nnenek lampir tau gak?” ejek Era
“ Astaghfirullah, kalian sebagai sesama muslim, dilarang saling mengina satu sama lain” kata anak cewek rohis
“ Hah?, hehe enggak kok mba, Ingka, lu cuantiiik banget deh” puji Era “ kecantikanmu bagaikan sinar rembulan nan indah dikala malam membentang bintang-bintang bak permata”
“...” Ingka berbalik kebelakang “ tunggu dulu Ra, aku mau muntah dulu, hueeek”
“ Eeh, menghina ya! Jarang-jarang kan kamu dapat pujianku yang se-eksklusif itu, bayar dulu 5000, perut gue juga udah mual nih” kata Era, lalu ia melihat Rio dengan rambutnya yang basah karena habis wudhu, masuk ke mushala sekolah
“ Ra? Era? Lu kesambet ya? Jangan bengong dong, woy!” kata Ingka sambil menghalau pandangan Era dengan tangannya
“ Waduh, kecolok mata gue dodol!” keluh Era, Ingka cengengesan setelah ia melihat ke arah mushala
“ Ayo Ra!” Ingka menarik Era masuk ke mushala
“ Heh, mo ngapain?” tanya Era yang baru sadar atas kebengongannya
“ Shalat dzuhur dodol ku tercinta” goda Ingka
Era langsung berlagak mau muntah-muntah, sedangkan Ingka, bersikukuh menarik Era ke mushala
Di mushala, setelah Era basah kuyup Cuma gara-gara ngambil air wudhu
“ Lu sih, wudhunya nafsu amat” kata Ingka sambil mengenakan mukenanya
“ Air nya deras tauk! Gue seksi kan kalo lagi basah gini” kata Era
plak, sebuah pukulan melayang ke kepala Era
“ Woy mushala nih” kata Ingka mengingatkan
Lalu terdengar suara adzan, dan sepertinya ia mengenali suara adzan itu, jadi ia nekat mengintip dari balik tirai yang memisahkan antara shaf putra dan putri, dan ia melihat sosok itu
“ Rio, si cempreng itu?” gumam Era, Ingka menarik Era agar tidak mengintip dari tirai itu karena anak-anak yang lain memperhatikannya
“ Capek deh” gumam Ingka
Seusai shalat dzuhur, Ingka dan Era keluar dari mushala, begitu juga dengan Rio, saat Rio melihat Era, Rio terdiam
“ Kenapa luh? Kayak ngeliat hantu aja” kata Era
“ Ngapain lo disini?” tanya Rio seakan tak percaya
“ Makan bakso, o’on loh, emang ada orang ke mushala makan bakso?” kata Era, Rio memasang tampang shock setengah hidup
“ Bagi gue, ngeliat elo disini, ya Ra, ya? Lebih kaget daripada ngeliat dedemit tau gak” kata Rio
“ Apaan sih ni anak, kesambet kali ya Ingka? Yuk cabut” ajak Era
“ Ehem” goda Ingka, dan tangan Era menepuk bahu Ingka dengan cukup keras “ auuh, sadis ya loh jadi cewek”
“ Elo tuh, nge BT in aja, cari gara-gara, nantangin tauk udah tau gue begini...” Era ngeloyor pergi sambil ngerunyam sendiri
“ Gangguan saraf kali tu anak ya?” gumam Ingka
dan, hari-hari berlalu, Ingka makin sering mengajak Era ke mushala, Era gak menolak sama sekali, sampai suatu hari
“ Ingka, gue mau masuk rohis” kata Era seperti deklarasi perang
“ Ancur dah gua, heh, lu ngapain sih? Udah insyaf ya? Ya… gak papa sih syukur lo udah insyaf, tapi, haduh rasanya aneh deh ngeliat elo begini, ayenaon gitu loh, tiba-tiba aja kaget tauk gua” kata Ingka
“ Woi, kayak petasan aja sih lo, emang kenapa?” tanya Era “ Keberatan? Hem? Gak mau ya kalo gue insyaf?” tanya Era
“ I, iya iya, bagus deh lu mau insyaf, gue gak diujung tanduk lagi deh” kata Ingka pelan, untungnya Era gak dengar, begitu dilihat, ternyata Era lagi senyam senyum sendiri
“ Ra, apaan sih lo, nyeremin gue aja senyum senyum sendiri” kata Ingka, Era menoleh
“ Ingka, gue pengen deh selalu liat Rio” kata Era
“ Apa? Jangan-jangan lu masuk rohis, Cuma gara-gara ngincer Rio yang ketua rohis itu? Ya Allah, oh my God ya ampun, gila gila” kata Ingka
“ Sebodo amat, yang penting gue seneng, dah Ingka!” Era pergi
“ Hah, kekuatan cinta ya ampun mual gua” kata Ingka saat ia melihat Era menghampiri Rio, membicarakan sesuatu kemudian Rio bengong
“ Apa Ra?” ulang Rio “ ma.. sukro.. his? Hah? Bahasa apa tuh?”
“ Gue tadi ngomong bahasa Indonesia, dodol!” kata Era
“ Heh? Ma... suk... ro, oh iya ya, itu bahasa Indonesia...” Rio terdiam sejenak kemudian meledak “ apa Ra! Elo mau masuk rohis? Ya Allah, sujud syukur gue Ra, jadi ceritanya elo udah tobat nih”
“ Emangnya selama ini gue ngapain? Segitu amat ngomong tobatnya, gue tersinggung nih” kata Era
“ Hehe enggak kok Ra, becanda doang masak ngambek sih, kalo gitu pulang sekolah ada perkumpulan di mushala, ada Mentoring Kajian Islam sama pak Ahmad, lu dateng ya!” kata Rio
“ hah, sama Pak anak-anak itu? Eh, I,iya deh” kata Era, seharian itu ia senyum setiap saat, sudah seperti orang sangat kurang waras sekali, sampai waktunya ia menghadiri Mentoring
“ Apa? Cowok cewek dipisah? Gubrak” keluh Era saat melihat ruang pertemuan “ Yaah, gue ketipu, kabur aja deh”
“ Eh, assalammu’alaikum de” seorang mba mba anak kelas 3 anggota rohis menyapa Era, kemudian ia menyalaminya dengan ramah, komplit satu paket dari paket salaman sampai paket cium pipi kanan cium pipi kiri, Era jadi salah tingkah sendiri
“ Mau ikut rohis ya?” Tanya Mba itu
“ I, iya” Era gak sanggup menolak, hatinya sudah terlanjur luluh oleh salam hangat nan ramah dari kakak kelasnya itu, lalu ia ikut mentoring, dan dengan tenang ia mendengarkan ceramah, padahal biasanya ia sudah seperti cacing kepanasan yang bosan
“ Begitulah Islam agama yang indah bukan?” kata seorang kakak kelas Pembina Mentoring mengakhiri ceramahnya
“ Wah, kak, ceramah kakak betul-betul menyentuh hati, sampai-sampai ada yang nangis tuh” kata seorang peserta Mentoring
“ Hiks, hiks” Era nangis bercucuran, dan peserta Mentoring yang lain menenangkan Era “ gue jadi kayak anak kecil kehabisan permen”
besoknya terdapat kejutan yang menghebohkan
seorang gadis dengan serudung putihnya berjalan dengan aura yang cerah ke arah kelasnya, gadis itu ialah...
“ Era! Lu...” Rio terkejut “ wah Mentoring kemaren sukses besar ya?”
“ hah? Assalammu’alaikum kok dibalas gitu sih?” tanya Era polos sambil menaruh tasnya “oh iya, hari ini aku piket ya? Nyapu dulu”
“ Hah, biasanya gak pernah piket!?” kata Rio dengan hah-hahnya yang heboh sendiri
“ Kamu ini kenapa sih?” Era mendesah “ oh ya, aku ada yang mau diomongin” kata Era
“ Apa?” Rio mulai tenang
“ Sejujurnya...” Era melihat Rio sekilas “ aku tuh kemaren ikut rohis gara-gara pengen deket kamu aja” Era terhenti dan masih mengawasi wajah Rio “ tapi habis mentoring, aku sadar, itu semua gak baik, perilaku ku selama ini itu salah, jadi...” kata Era
“ Maksudmu apa?” tanya Rio
“ Sekarang aku serius masuk rohis, karena ingin lebih mengetahui ilmu agama, sudah ya! Assalammu’alaikum” kata Era kemudian ia mulai menyapu lantai kelas.trus? gak jadi ngegebet Rio nih?

cerpen remaja

Surat dalam Hujan
Cerpen Rohyati Sofyan Dimuat di Suara Karya 11/16/2008HUJAN. Selalu demikian di bulan Nopember ini. Hujan benar-benar mewarnai hari. Sore. Ya, pukul empat lebih, hujan seperti pantulan manik-manik kaca menderas seketika dengan anggunnya. Aku menyesal, sumur di luar pasti akan keruh lagi airnya, mestinya diberi atap nanti. Hujan. Aku duduk di sini, dekat jendela kaca memerhatikan curahan air yang mengguyur serentak dari udara. Seperti apakah bunyinya? Di atas atap, di dedaunan, di tanah becek, bahkan di kolam ikan yang berderet nun di luar? Aku tak tahu. Sunyi. Kecuali gelegar petir yang menghantam bumi. Ya, hanya itu yang kurasakan. Aku ingat kamu. Aku suka hujan, aku suka suasananya yang begitu kontemplatif. Kurasakan ekstase tertentu jika hujan. Memberiku inspirasi untuk menulis puisi. Bahkan juga menulis surat untukmu dalam suasana hujan kupikir cukup romantis, meski isinya terkadang bernada humor yang ironis. Aku rindu suratmu. Yang selalu hangat dan menggembirakan, simpel dan terkadang menggetarkan. Namun mungkin kamu sudah kecewa dengan kenyataan yang kuungkapkan dalam suratku yang barusan kukirimkan. Mungkin kamu kebingungan dan terpaksa bertanya pada orang yang kebetulan pernah bertemu denganku, entah Mas Herwan FR atau Agus Kresna, meski ada yang merasa tak berhak untuk mengatakan apa-apa karena aku sudah memintanya agar jangan dulu mengabarkan kehadiranku pada orang-orang untuk suatu alasan. Dan rentetan kemungkinan lainnya mengendap dalam benakku. Namun aku harap kamu benar-benar cukup dewasa untuk menerima realita dalam hidup yang penuh ketakterdugaan. Aku kesepian. Apa yang kulakukan. Duduk di kursi sembari mengangkat kaki, dan di rumah hanya ada aku sendiri. Aku membayangkan kamu. Sosok yang tak pernah kutemui. Hanya foto yang kamu kirimkan melengkapi imajinasi: seorang lelaki gondrong yang menarik, dan merasa dirinya secara psikologis sudah dewasa dalam usia 23 tahun. Heran, di luar belasan burung entah apa namanya berseliweran dalam guyuran hujan begini, apa yang mereka cari? Barangkali kamu lebih tahu ekologi dan mau berteori? Aku kedinginan. Aliran listrik padam. Barangkali segelas teh manis panas bisa menghangatkan tubuhku. Apakah di Bandung saat ini sedang hujan juga, dan kamu tengah bagaimana? Mengisap A Mild ditemani secangkir kopi panas? Menulis puisi, cerpen, esai, surat, atau tugas mata kuliah? Di kampus, di rumah, atau di suatu tempat entah? Membaca diktat, buku tertentu, karya sastra, atau komik? Di depan monitor komputer, mengobrol, atau nonton TV? Mendengarkan The Doors atau Ebiet G. Ade? Tidur atau makan? Salat Asar atau menggigil kehujanan? Atau mengguyur badan di kamar mandi? Atau tak melakukan apa-apa sama sekali? Cuma Tuhan yang tahu. Relasi yang aneh, katamu, karena lewat surat. Lalu kamu menyuruhku belajar internet biar bisa bikin e-mail dan tak perlu ke perpustakaan konvensional. Dan kamu janji akan mengajariku jika nanti bertemu. Bertemu. Aku juga ingin bertemu kamu. Namun untuk apa? Adakah makna dari pertemuan itu? Kubayangkan kamu sebagai Indra, temanku, yang membagi dunia lewat tangannya. Namun apa kamu bisa bahasa isyarat sederhana cara abjad? Kamu kecewa karena aku tuli? Apakah dalam surat pertamaku aku harus memberitahu siapa diriku secara mendetail? Aku telah mengambil risiko. Begitu pun kamu. Risiko untuk merelasi diri dan berinteraksi dengan orang asing. Sebuah silaturahmi yang kumulai, haruskah berakhir sia-sia? Aku berusaha menerima diriku sebagaimana adanya dan menjadi orang biasa, meski aku tahu orang-orang di sekitarku kecewa. Keluarga, teman-teman, sahabat dekat, sampai siapa saja yang memang merasa harus kecewa. Bertahun-tahun, ada belasan tahun mungkin, sejak usiaku 16 tahun sampai 25 tahun, kujalani hari dengan sunyi, sebuah dunia tanpa bunyi-bunyi. Bisakah kamu bayangkan? Ah, aku tak akan bisa mendengar permainan harmonikamu, lalu membandingkannya dengan permainan harmonika abangku. Atau denting gitarmu dengan Eric Clapton. Atau bagaimana suatu melodi tercipta dari puisi. Aku juga tak akan tahu warna suaramu saat memusikalisasikan puisi, berdeklamasi, menyanyi, tadarus, berperan dalam lakon teater, atau bicara biasa saja. Kamu masih ingat, dalam salah satu suratmu, kamu menulis: Setting: Kamar, 141000 - 21.20 WIB, Dewa 19 - Terbaik-terbaik. Gurun yang baik. Barangkali sekaranglah saatnya! Lalu kamu membiarkan selembar halaman kertas itu kosong. Aku mengerti artinya, kamu ingin aku memutar lagu tersebut, dan membiarkan Terbaik-terbaik bicara. Sesuatu yang tengah menggambarkan suasana hatimu saat itu? Sayang, aku tak bisa melakukannya. Kata teman-teman, lagu itu tentang cinta dan persahabatan. Kurasa aku harus bertanya pada Rie, Indra, atau Nana; apa ada yang punya teksnya? Ironis, bukan? Tampaknya kamu senang menulis dengan diiringi musik. Aku iri padamu. Karena aku ingin tahu juga seperti apa indahnya musik klasik itu, entah Mozart yang kata Indra melankolis; atau Chopin di masa silam, gumam Cecep Syamsul Hari dalam puisi Meja Kayu yang kembali muram-surealis, menulis lagu pedih tentang hujan2; atau tahu di mana letak jeniusnya Beethoven yang mencipta komposisi meski tuli; dan bisa mengerti mengapa ayahku sangat menyukai musik klasik selain country. Aku rindu bunyi gamelan, dan ingin kembali belajar menari. Entah jaipong Jugala, tari klasik Jawa, atau mungkin sendratari seperti yang sering kusaksikan di TVRI waktu kecil dulu. Aku ingin berperan sebagai Drupadi atau Srikandi, perpaduan antara kelembutan dan keperkasaan. Kamu lebih suka karakter Bima? Aku suka karakter Yudistira, ia satu-satunya yang (hampir) berhasil mencapai puncak Mahameru sementara saudara-saudaranya satu per satu berguguran. Kamu tahu artinya, kan? Aku lupa penggalan kisah ini dari komik wayang R.A. Kosasih atau majalah Ananda -- yang pernah kita baca waktu kanak-kanak dulu, meski mungkin dalam dimensi yang berbeda. Sudahlah, setidaknya aku bisa tahu minatmu, dan kamu tahu minatku. Aku tak tahu banyak tentang musik, padahal kamu pasti asyik sendiri dengan The Corrs, Dewa, Kubik, Jim Morrison, bahkan juga Jimi Hendrix. Mengapa sih dalam cerpenmu yang barusan dimuat koran, kamu menulis soal Jimi Hendrix dan Jim Morrison? Itu mengingatkanku pada Abuy teman SMU-ku yang sangat mengidolakan mereka dan senang cerita soal itu padaku, seolah merekalah yang bisa meluapkan kegelisahan terpendamnya yang liar menuju muara kebebasan. Lucu, adakah orang tuli yang begitu besar rasa ingin tahunya tentang sesuatu yang tak mungkin bisa dirasakan. Katakan aku aneh. Aku memang orang aneh. Namun aku juga berharap bisa tahu lebih banyak tentang Iqbal, Rumi, Camus, Dylan, Gibran, Cummings, Malna, sampai Rendra. Ya, itu jika kita bertemu. Mungkinkah itu? Tempias hujan tidak deras lagi, namun kesedihan itu masih menghantam ruang terdalam. Aku butuh kawan. Kamukah orangnya? Tidak, kamu mungkin sudah berharap agar aku jadi seseorang yang ke lima setelah kamu kecewa dengan sekian perempuan yang masuk dalam hidupmu, meski itu terlalu dini karena kita baru tiga kali saling menyurati. Semudah itukah hatimu terpaut, atau kamu cuma ingin mengujiku? Tidak. Aku tak berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Bukan pacar. Meski aku juga ingin punya pacar, sebagaimana perempuan kebanyakan. Seseorang yang membuatku jatuh cinta sungguhan. Seseorang yang mencintaiku apa adanya. Seseorang di mana bisa berbagi dunia. Naifkah? Hujan. Aku kembali memandang ke luar jendela kaca. Di sana gunung begitu dekat dengan latar pepohonan seperti hamparan permadani hijau kebiruan, dan kabut yang mengental; terasa beku dalam pelukan kegaiban-Nya. Ya Tuhan, barusan kulihat kilatan petir membelah langit desa di sebelah utara. Subhanallah, indah sekali bentuknya; kilatan warna perak yang abstrak dengan latar kelabu. Aku membayangkan bagaimana seandainya jika petir tiba-tiba menghajarku. Sudahlah, mungkin lebih baik aku membayangkan diriku sebagai Walter Spies atau Alain Compost; akan kuabadikan keindahan panorama hujan. Tidak. Aku bukan mereka. Aku cuma punya kata-kata. Bukan kuas atau kamera. Namun kata-kata yang berhamburan dari mulutku pasti tak akan kamu mengerti sepenuhnya jika kita berbicara. Kamu akan membutuhkan waktu untuk mengenali warna suaraku yang kacau intonasinya, seperti teman-teman dekatku. Mungkin cukup lama. Apakah kita akan bertemu dan bicara seolah kawan lama dengan akrabnya? Atau kaku lalu merasa sia-sia? Aku bukan May Ziadah, Elizabeth Whitcomb, Mabel Hubbard-Graham Bell, Marlee Matlin, atau Jane Mawar. Atau perpaduan perempuan mana yang pernah kau kenal.Hujan

cerpen remaja

SEBATAS MEMANDANG

             Lika-liku kehidupan menggelintir setiap rongga-rongga dalam tubuh. Menggetarkan segala asa yang terpendam. Ku rasakan perjalanan cinta tiada akhir, telah kutemukan apa sebenarnya arti sebuah cinta sejati. Cinta mudah datang dan mudah pergi. Ku telah belajar dari pengalaman betapa pedihnya perjalanan cinta masa lalu. Kini ku tahu betapa besar sebuah pengorbanan seseorang terhadap orang yang disayanginya.
            **Kutatap wajahnya namun dia berpaling dari tatapanku. Sungguh! Ada apa di balik semua ini???. Semua yang ku rasa kini bercampur menjadi satu tak beraturan. Mungkin itu hanya perasaanku saja. Tidak ada sedikitpun tertanam rasa kecewa dihatiku. Namun ku maklumi apa yang sedang terjadi pada dirinya. Ku jalani hidup ini seperti air yang mengalir mengikuti deras arus menuju sebuah kebahagian abadi.
            **Kau hanya tersenyum, menyejukan hati setiap orang yang melihatnya. Tanpa kau berkatapun, ku tau apa yang sebenarnya sedang pikirkan. Kini cahaya nuranimu yang akan menerangi setiap langkah-langkahku. Dan kini pun kusadari arti sebuah kesempurnaan cinta sejati. Terdapat di setiap sendi-sendi melewati rusuk-rusuk menggelintir hingga akhirnya melekat ke hati dan menyatu kemudian bersemayam untuk selama-selamanya. Pikiran rasanya melayang bebas terbang menelusuri ruang dan waktu. Tiada kesempurnaan didalam diri manusia, tapi kasih saying dan rasa cintalah yang membuat manusia itu sempurna. Tiada cinta dan kasih saying tanpa pengorbanaan. Jika dilakukan dengan hati yang tulus maka akan berbuah kebaikan dan bernilai berharga yang tiada nilainya walaupun di tukar dengan segunung emas sekalipun. namun dengan memandang dirimu hatiku sudah puas, tetapi lebih baik memiliki namun cinta tidak dapat dipaksakan. Jodoh sudah diatur oleh tuhan dan dia lebih tau mana yang terbaik buat kita. Percayalah!.
            **Waktu shalat subuh telah tiba. Jam dinding di rumahku telah menunjukan pukul 5 pagi. Segera aku mengambil air wudhu lalu shalat. Sejak kelas 1 SMA aku tidak peduli akan rutinitasku sebagai seorang muslim dan aku menganggap agama itu sebagai identitas belaka. Waktu terus berjalan hati yang dulu tertutup akan hidayah kini mulai sedikit demi sedikit mulai bias menerima hidayah itu.
            **Bermula dari kelas 2 SMA ku mulai aktif mengikuti majelis taqlim dan pada akhirnya akupun masuk organisasi islam yang ada disekolahku. Sejak saat itu aku lebih sering berkumpul di aula sekolah seusai pulang sekolah. Berkumpul dengan saudara sesame muslim. Ditempat itu kutemukan arti sebuah persaudaraan yang saling menolong dalam suka maupun duka. Kulihat pemandangan berbeda para perempuannya memakai jilbab yang panjang melambangkan seorang wanita yang memegang teguh pendiriannya. Lambat laun ku jajaki kehidupan ini penuh dengan teka-teki cinta yang merasuk hingga kehati.
                        **Kulihat seorang wanita disekolahku tapi dia tidak sekelas dengan ku. Awalnya kutak tau namanya, tapi lama-kelamaan akhirnya ku tahu siapa namanya. Dia bernama yana. Orangnya berjilbab dan rajin beribadah. Kurasakan hal yang berbeda jika bertemu denganya jantungku terasa berdebar-debar. Namun kurasa di telah mengenalku.