Pages

I Hope you Love me

I Hope you Love me

Hari ini adalah hari yang sangat buruk bagiku, bagaimana tidak baru kali ini aku di marahi oleh pak Gustav, wali kelasku, hanya karena seluruh teman-temanku tidak dapat di atur, karena aku adalah ketua kelas jadi akulah yang harus bertanggung jawab atas seluruh teman-temanku, dan karena ulah kenakalan teman-temanku aku yang di salahkan oleh pak Gustav.
     Kekesalanku terhadap teman-temanku tak kunjung sirna, sampai pulang sekolah aku masih tetap marah dengan mereka, hanya satu yang membuat hati ku tenang, yaitu Danar, teman karibku.          
“ Hai Fah, kamu masih marah soal kejadian tadi siang ?.” sapa Danar kepadaku.          
“ Sebenarnya sih iya, aku kesal sekali dengan semuanya.” Jawabku.          
Di saat kami berdua sedang asyik mengobrol di pinggir jalan tiba-tiba seseorang kira-kira seusiaku menabrakku dengan sangat kencang          
"Bruuk !!!.”  Aku terjatuh di atas tanah, tetapi Danar langsung membangunkanku.          
  “ Maafyah, maaf…” ucap orang itu kepadaku.         
  “ Makanya kalau jalan lihat-lihat donk, sakit tau.” Jawabku.
“ Tadikan aku sudah minta maaf, sudah ya aku buru-buru nih.” Kata orang itu sambil berlari.          
“ Uuuh! Meneyebalkan, siapa sih kamu.” Kataku dengan kesal.
" Sudah Fah, sudah, kamu sabar aja.” Ucap Danar.          
Kami pun kembali melanjutkan perjalanan, kebetulan rumah aku dan Danar bersebelahan. Ketika sampai di rumah, aku langsung melemparkan tasku di atas kasur.          
“ Hari ini memang hari yang sangat buruk bagiku.” Kataku dengan kesal.
Keesokan harinya, aku kembali bersekolah seperti biasa, aku sekolah di SMP Satu Nusa, kelas 9-b. dengan wajah baru aku berjalan ke sekolahku, dan berharap  kejadian kemarin tidak akan terulang kembali.          
Ketika sampai di sekolah, semua murid-murid terlihat berbaris di lapangan, aku terkejut, hatiku berkata.       
    “ Ada apa ini?, apa aku setelat ini hingga aku terlambat berbaris, tapi jarum jam masih menunjuk ke angka 06.00, ada apa ini sebenarnya.”  Aku langsung berlari ke kelasku dan meletakan tas ku dengan cepat aku langsung kembali ke lapangan dan berbaris di belakang teman-temanku.          
“ Anak-anak hari ini kita akan kedatangan siswa baru dan kalian akan mendapat teman baru.” Ucap bu Ratna, kepala sekolah kami.
“ Sini nak.” Lanjut bu Ratna kepada anak baru itu.Anak yang di maksud bu Ratna itu pun berdiri di samping bu Ratna, aku terpana dengan siswa baru itu, keningku berkerut. Seolah tak percaya dengan ini semua.          
“ Itukan, anak yang nabrak aku kemarin, waah! Gawat nih, semoga aku tidak satu kelas dan denganya, tak terbayang jika harus satu kelas dengan anak menyebalkan itu.” Ucapku dalam hati.    
“ Eh…, teman-teman perkenalkan nama aku Langit nur Rahmat, aku pindahan dari SMP Tunggal Cahaya.” Jelas anak itu.       
“ Baiklah sekarang kamu boleh masuk kelas, dan kelasmu di 9-A yah.” Jawab bu Ratna.          
“ Terima kasih bu.”          
“ Anak-anak sekarang kalian boleh kembali ke kelas.” Ucap bu Ratna lagi.         
 “ Horrreee.” Teriak seluruh siswa.Aku menghembuskan nafas bahagia, karena dia tidak sekelas denganku.
“ hah!, untung saja aku tidak sekelas denganya.” Kataku. Akupun langsung melangkahkan kakiku menuju kelasku dan belajar seperti biasanya.
* * *          
Bel istirahat berbunyi, aku dan Danar langsung ke luar kelas menuju kantin, tapi tiba-tiba Danar di panggil oleh teman-temannya.            “ "Danar…Danar, sini.” Teriak teman-temanya.          
“ Iya sebentar.” Jawab Danar    sambil menoleh ke arah temanya.          
“ Fah, sebentar yah, aku di panggil yang lainya.” Lanjut Danar kepadaku.          
“ Ya sudah, aku bisa kekantin sendiri kok.”
 “ Hati-hati ya.”  Aku kembali berjalan menuju kantin, tapi sebelumnya aku ingin ke kelas 9-A untuk menemui Rana, karena ada salah satu bukuku yang di pinjam olehnya. Tapi di saat aku sedang berjalan dan memperhatikan ke sekelilingku tiba-tiba…..          
“ BRUKK!!”  sepertinya aku menabrak seseorang sampai ia terjatuh.          
“ Aduh.” Rintihnya. Aku menoleh dengan pelan kearah orang yang ku tabrak itu.         
  “ Hai, kamu kalau jalan lihat-lihat dong, punya mata gak sih?.” Bentak anak itu. Aku menatap wajah anak itu, dan.. yupz! Benar banget dia adalah Langit anak yang kemarin menabrakku.          
“ Maaf yah, maaf.” Jawabku sambil menunduk, karena ku tahu dia pasti mengenaliku.          
“ Eh, kamu kan perempuan yang tidak sengaja aku tabrak kemarin, mau kamu apa sih, aku kan sudah minta maaf, kenapa kamu membalasku.” Katanya dengan sangat marah.          
Aku mengangkat kepalaku dan melihatnya. Hatiku terasa amat kesal dengan perkataanya.          
“ Aku tidak sengaja, aku nggak ada niat untuk membalasmu kok. Kamunya aja tuh ngapain berdiri di depan pintu, kurang kerjaan banget sih.” Jawabku dengan nada sedikit kesal.          
“ Kok kamu jadi nyalahin aku sih, sudah jelas-jelas kamu yang salah, tapi kenapa kamu yang marah.”Emosi ku mulai memuncak, ingin rsanya aku memukul wajahnya yang terlihat sangat menyebalkan itu.
“ Ya Allah, mengapa aku di pertemukan lagi denganya.” Gerangku. Di saat itu pula Danar menghampiriku dan menenangkanku.          
“ Ifah, Ifah, sudah dong jangan bertengkar.” Ucap Danar meleraiku.          
“ OH, jadi namanya Ifah, kok kampungan yah?.” Ejek Langit.          
“ Apa kamu bilang, !!, Awas kamu.” Ucapku dengan sangat marah.         
  “ Ifah, sudah Fah.” Sambung Danar.          
"Awas kamu, kalau tidak ada Danar, habis kamu sama aku, dasar Langit mendung.” Aku membalas ejekanya.
Wajah Langit tiba-tiba saja memerah, tampaknya dia juga kesal denganku, habis mau gimana lagi, dia duluan sih yang cari gara-gara. Aku dan Danar langsung meninggalkan Langit dan langsung  menuju kantin.
* * *         
  Sesampainya aku di rumah, aku langsung berlari ke ruang TV. Ternyata harapanku untuk hari yang lebih indah dari hari kemarin memang benar-benar tidak terwujud, aku tak menduga akan beretemu Langit.         
 “ Huh !, Langit memang menyebalkan, sial banget aku bertemu denganya lagi, tapi.. kalau di ihat dari dekat ternyata Langit manis juga yah.” Desisku.
Aku tersenyum sesaat, tapi aku kembali teringat dengan kelakuanya tadi.          
“ Ya ampun, apa yang aku fikirkan tadi, Langit manis?, yang ada dia itu sepet, seperti buah mangga yang belum masak, Ifah, ifah.” Kataku lagi.          
Hatiku kembali tenang, dan membuang semua fikiranku tentang Langit.            “ Ifah..Ifah..” teriak ibu memanggilku.          
“ Iya ibu, sebentar.!” Jawabku sambil berlari menghampiri ibuku.          
“ Ada apa sih bu?.” Tanyaku.         
  “ Ibu minta tolongyah, belikan ibu telur untuk membuat kue.”          
“ Ya sudah sini uangnya bu.” Ibu menyerahkan uangnya kepadaku.
aku pun langsung berjalan menuju Warung terdekat, aku menusuri jalan di depan rumahku, dan tiba-tiba seorang anak laki-laki dengan menunggangi sepeda berteriak memanggilku.          
“ Woi, anak kampungan.” Teriaknya, aku kenal jelas suara itu, aku mencari-cari dimana dia bersembunyi.
Dan tanpa ku duga-duga..          
“ Nyari apa kamu?, nyariin aku yah, ngapain sih kamu ke sini lagi.”
Ternyata orang yang kucari ada di belakangku, aku pun berbalik badan dan melihatnya, tepat sekali dugaanku, tak lain dan tak bukan dia adalah Langit.          
“ Jakarta itu sempit banget yah, kenapa setiap kali aku terus bertemu denganmu, sial banget sih aku ini.” Jawabku.          
“ Yang lebih sial itu aku, bertemu dengan makhluk mengesalkan sepertimu.”           
“ Eh, malas banget yah kalau kau kesini Cuma mau ngikutin kamu, aku ini ke sini karena kau mau beli telur, jangan GR deh jadi orang.”          
“ Kamu fikir aku senang melihatmu, aku disini karena rumah ku ada di sana, sudah capek debat sama kamu?.” Langit mulai pergi menjauh dari ku, sebenarnya sih aku juga memang benar-benar tidak menyangka akan melihat dia lagi, jujur saja, aku sudah sangat bosan dengan laganya yang sok itu.
* * *    
      Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa sudah hampir 6 bulan aku satu sekolah denga Langit, selama itu pula aku terus bertengakar setiap kali aku melihatnya, bahkan kata teman-teman aku dengan Langit bagai ayam dan musang, setiap kali bertemu selalu bertengkar, sampai akhirnya muncul gosip dari teman-temanku, kalau aku suka dengan Langit dan Langit suka denganku.
Bagiku sih, hal itu sudah biasa, tapi entah kenapa sepertinya Langit menanggapi serius hal itu, dan saat itu dia jarang terlihat apalagi mengajaku untuk bertengkar.          
Hari ini aku berniat untuk meminjam buku ke 9-A yaitu ke Irma, salah satu temanku di sana, kali ini aku masih tetap di dampingi oleh Danar, tapi aku heran dengan Langit, mangapa tiap kali aku masuk kekelasnya, dia selalu pergi meninggalkanku. Sikap itu di perlihatkannya sudah hampir seminggu, entah pa yang terjadi padanya, mungkin dia malu ketika berhadapan dengaku. Semakin lama aku merasa semakin kehilangan dengan sosok Langit yang dulu sering mengajakku beretengkar.         
  “ kalau saja, kamu tahu Langit aku benar-benar kehilangan dirimu. Walaupun dulu kau sering membuatku kesal."          
Malam telah datang, tapi ku rasa mataku terlalu berat, aku sama sekali tidak bisa memejamkan mataku sedikitpun, mengapa sedikit saja saat aku berusaha memejamkan mataku selalu terlintas wajahmu, mengapa ini semua terjadi padaku, apa mungkin aku telah jatuh cinta kepadamu?. Tapi mengapa perasaan ini muncul saat aku dan langit benar-benar jauh?.          
Pagi harinya aku kembali sekolah seperti biasa, tapi wajahku tidak secerah biasanya, terlebih setelah ku tahu bahwa harapanku yang semalam benar-benar tidak akan pernah terjadi, karena semua teman-temanya mengatakan kalau Langit telah jadian dengan Nadila, teman satu kelasnya, ah, makin pupuslah harapanku. Demi mendapatkan informasi yang lebih lengkap aku pun pergi ke kelas Raja, salah satu teman baik Langit.         
  “ Raja, Raja, aku mau Tanya sama kamu.” Sapaku begitu tiba di kelasnya.          
 “ Ada apa Fah.”           
“ Apa benar Langit sama Nadila pacaran, kamu jujur yah sama aku.”         
“ Aku jujur sejujur-jujurnya, aku nggak tahu.”          
“ Ku mohon Ja, kasih tahu aku.”          
“ Aku jujur Fah, aku benar-benar nggak tahu.”          
“ Oh ya udah deh makasih yah.” Aku masih belum mendapatkan jawaban yang benar, tanpa ku sangka, ternyata Danar ada di depan kelas Raja dan sedang menungguku, dia langsung menarikku ke samping halaman sekolah.          
“ Fah, aku mau bicara sama kamu.” Ucap Danar padaku.          
“ Mau bicara pa sih Nar?          
“ Seb..sebenarnya…”          
“ Sebenarnya apa sih?.”          
“ Harus ku akui Fah, ternyata selama ini, aku, aku, aku, aku suka sama kamu dan ku harap kamu begitu padaku.”
Aku kaget bukan kepalang, mataku tidak berkedip sedetikpun. Aku bingung harus menjawab apa, padahal aku sendiri suka dengan Langit, aku mencoba untuk bicara dengan Danar dan berusaha untuk tidak melukai hatinya.          
“ Kamu serius Nar?.”           
“ Iya Fah aku serius.”          
“ Maaf Nar, bukanya aku menolak kamu, tapi sungguh aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri, jadi nggak mungkin aku terima kamu.”          
“ Ya sudah kalau gitu, maaf yah ganggu.” Jawab Danar sambil mengalihkan badanya dari hadapan ku.          
“ Danar, tunggu, tapi kamu tetap teman baik aku kok”         
  Danar tersenyum sambil menatapku.         
  “ Maaf Nar, sebenarnya aku sudah jatuh hati sama Langit. Dan aku berharap dia pun begitu.”
Ucapku dalam hati. Aku pun kembali kekelasku. Dan saat itulah Danar kembali menghampiriku.          
“ Ifah, aku mau Tanya.” Ucap Danar padaku.          
“ Mau Tanya apa?.” Jawabku.          
“ Kamu jawab yang jujur yah.”          
“ Iya, memang kenapa sih.”          
“ Kamu suka dengan Langit.”          
Pertanyaan Danar membuatku tersudut tak menjawab, dari mana ia tahu aku suka dengan Langit, dari mana juga dia tahu kalau aku benar-benar mengharapkanya.          
“ Dari mana kamu tahu.” Tanyaku dengan kaget.          
“ Jawab saja.”          
Aku tertunduk sambil mengangguk          
“ Iya!, tapi itu semua mustahil, Langit lebih memilih Nadila.”          
Danar duduk di sebelahku, sambil memegang pundakku.         
" Langit memang benar-benar mencintai Nadila, tadi aku ke kelasnya dan ia sendiri yang bilang ke aku, maafin aku Fah, kalau aku nyakitin hati kamu atas pernyataanku ini. Tapi aku sama sekali tidak mengharapkanmu untuk menerimaku."
Jelas Danar padaku.Awalnya aku sangat kaget mendengar itu, tapi aku sudah menebaknya dari awal. Akupun  menyandarkan kepalaku dan bersandar di atas pundak Danar.          
“ Ah, sudahlah Nar, Aku juga tidak berharap banyak darinya, biar waktu yang menjawab semua ini.” Kataku dengan pelan.
Saat ini hatiku sangat terluka, tapi ku sadar kalau cinta, memang butuh pengorbanan.          
“ Walaupun kamu tidak mencintaiku, tapi aku senang melihat kamu bahagia dengan Nadila, dan ku harap cintamu akan di balas olehnya, satu yang hanya ku ingin dari mu, I hope you love me, walau itu tak mungkin.”

No comments: