aku ingin menyelinap
pelan lewat jendela ini; begitu
juga dengan kata-kata yang akan kukabarkan,
karena aku lebih senang bila dilahirkan lagi
dengan kata-kata
Barangkali benar, bahwa di masa sekarang sebagian manusia menghabiskan waktu dengan menekan hypertext link untuk merayakan apa yang disebut dengan ‘kekuasaan global’ ; sebuah budaya meraup keluasan informasi dalam semesta epater le bourgeois, menyebarkan borjuisme. Tak dapat dipungkiri juga bahwa kebudayaan manusia saat ini, kata Irving Kristol, tampaknya merupakan ‘gelombang masa depan’, meskipun semangat perlawanan terhadap cengkeraman kapital-global masih ada—untuk tak mengatakan telah berkompromi semua. Bagi manusia-manusia yang rentan, barangkali termasuk saya, kemajuan teknologi informasi adalah lebih merupakan ‘hiburan batin’ yang fatamorganis, bukannya—meminjam retorika Hegel—menganggap kemajuan sebagai sejenis makhluk evolusi budaya yang dialektika batinnya senantiasa meningkat ; suatu evolusi kesadaran yang dapat dipahami dari yang sudah berlalu. Dengan logika Aristotelian, segala hal selalu mengalami ketakstabilan, ‘kegundahan’.
Manusia-manusia yang terjun di kancah cyber media pun selalu ‘gelisah’ menyiasati persaingan dunia virtual. Competitive advantage, keunggulan kompetitif, kata Michael E. Porter, merupakan hal mutlak dalam rangka merebut pengunjung agar bersedia meng-akses suatu website ; dengan citra, model, gaya, dan tentu saja hiburan. Pergeseran citra telah mencengkeramkan dominasi, sebagai ilusi. Akan tetapi, meskipun dunia virtual penuh dengan permainan citra atau tanda, bukan berarti ‘citra’ telah kehilangan makna. Citra tetap mempunyai self-referential, konteks sosio-historis dimana suatu citra diciptakan. Barangkali yang punya andil besar dalam menciptakan budaya citra manusia kontemporer bukanlah ‘informasi yang tak terbatas’, melainkan, katakanlah: miskinnya analisaa, meluapnya prasangka, juga tak adanya konvergensi, sinergi, sintesa atas segala perdebatan dan konflik.
Dengan pemahaman ini, saya akan mencoba ikut-ikutan nimbrung dengan jendela di kakilangit sebagai upaya continuum, paling tidak untuk membekali diri saya sendiri dengan diskusi, transformasi, kritik-refleksif, dalam rangka menghadapi mulur-mungkreting masa depan global. Jendela ini hanyalah sekumpulan kata-kata yang mencintai dirinya dan teknologi informasi, yang menyediakan diri sebagai ‘ruang’, atau apa pun namanya, yang menghormati hak property. Pula, jendela ini berusaha menjembatani pembacaan terhadap apa yang disebut Alfred Schutz dengan stock of knowledge, modal yang dimiliki individu tentang koleksi sosial maupun ‘objek budaya’nya sendiri. Diharapkan, melalui jendela ini pula saya dapat ikut serta dalam ‘euphoria’ merekonstruksi pemahaman makna yang komprehensif dan ‘terbarukan’ tentang hubungan antara karya yang tak sekedar sebagai ‘objek baca’ namun juga ‘kitab terbuka’ dengan dunia virtual, dan dengan anda semua.
Selamat datang.
No comments:
Post a Comment