Pages

CERPEN DEWASA

Umar Mencari Tuhan

Bulan purnama melingkar sempurna. Lukisan awan tipis membiaskan sinar putih terangnya bulan . Angin malam berhembus lembut menghusap wajah Umar yang sedang termenung di balai bambu teras depan rumahnya. Bocah kecil itu terus saja memamandangi bulan yang mulai meninggi. Sesekali Umar berkat-kata dalam lamunannya. “ Mengapa bulan itu hanya ada satu, lalu mengapa bintang itu ada banyak?” tanya Umar dalam fikirnya. Semakin terus berfikir Umar semakin bingung. Umar pun  berteriak di sepinya malam itu “ Hi bulan... mengapa kamu hanya seorang diri?, dimana bapak dan ibu mu?, mengapa kamu tidak seperti bintang yang ramai ditemani teman-temannya”. “ Hi, Bulan......, aku bertanya kepadamu, mengapa kau tidak menjawab tanyaku.......?”. Dengan wajah kesal umar memandang bulan dengan tatatpan tak berkedip. Tiupan angin malam membelai rambutnya yang sudah mulai terurai. Umar kembali melamun. Dia teringat akan pelajaran yang diajarkan guru di sekolah. “ Kata pak guru , di bulan tidak ada udara, lalu mengapa ada astronot yang bisa pergi kebulan, bagaimana dia bisa bernafas?” tanya Umar dengan lugunya. Umar kembali ingat pada pelajaran guru ngajinya. “ Pak ustadz bilang, kalau sholat kita harus menghadap kiblat. Lalu bagai mana kalau aku sedang barada di bulan, aku harus menghadap kemana saat akan melaksanakan sholat”. Fikir Umar yang terus saja di hantui pertanyaan. Pertanyaan yang mengahantui itu terbawa sampai kedalam mimpi. Dalam mimipnya Umar melihat bulan dan bintang-bintang mengapung tanpa tiang penyangga. Sedangkan bumi di lihatnya begitu kecil. Umar  juga menyaksikan jutaan bintang terang berkerlipan. Saat Umar hendak menuju bulan dia tidak bisa menginjajakkan kakkinya di dataran bulan. Umar terkejut dan terbangun dengan tubuh bermandikan keringat. Mimpi malam itu menambah beban pikirannya. “Jika bumi, bulan dan bintang adalah ciptaan tuhan lalu siapa yang menciptakan Tuhan beserta alam tempat dimana tuhan itu berada”. Bermodalkan pertanyaan itu Umar terus saja menanyai orang-orang dewasa yang di temuinya. Tak luput pula sang Ayah. Dia adalah orang pertama yang di tanya oleh Umar. “ Boleh aku tanya sesuatu” pinta Umar memulai obrolan. “ Kamu mau tanya apa” jawab ayahnya. “Jika bumi, bulan dan bintang adalah ciptaan tuhan lalu siap yang menciptakan Tuhan beserta  alam tempat dimana tuhan itu berada”. Ayah Umar tercengang mendengar pertanyaan yang dilontarkan Umar. “ Kamu gak boleh bertanya begitu”. Tanpa tau harus menjawab apa, sang Ayah mencoba menghentikan obrolan putranya.” Nanti kalau kamu sudah besar kamu akan tahu Mar”. Jelas sang Ayah. Dalam kebingungannnya, Ayah meminta Umar untuk untuk kembali belajar” Kamu gak belajar, besok pelajaran apa, PR nya sudah selesai”. Dengan langkah malas Umar masuk kedalam kamarnya. Tidak puas dengan jawaban sang ayah Umar terus saja di hantui pemikiran-pemikran aneh itu. “ Lalu tuhan itu berada di mana sekarang?” “ Terus, sekarang dia lagi nagpain ya?”. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin menyiksa Umar. Lelah dia memutar-mutar otaknya. Sementara sang Ayah juga kebingungan mencari jawaban dari pertanyaan anaknya. Keseokan harinya Umar pergi kesekolah. Sebelum pelajaran dimulai Umar bertemu dengan guru Agamanya yang bernama Pak Edi yang sedang asyik menikmati secangkr kopi hitam di warung pojok sekolah . “ Selamat pagi pak”, sapa Umar. “ Selamat pagi Umar”. Umar memilih duduk kursi bambu tepat di depan pak Edi. Dengan nada sedikit malu-malu Umar  mulai bertanya. “ Pak Edi, boleh akutanya sesuatu”. “ Kamu mau taya apa Umar?”. “ Ehm.. begini pak beberapa malam lalu aku bermimpi melihat bulan dan jutan bintang terhampar lalu jika bumi, bulan dan bintang adalah ciptaan tuhan, lalu siapa yang menciptakan Tuhan dan alam tempat dimana tuhan itu berada”. Pak Edi kaget dengan pertanyaan yang diajukan muridnya itu. Sambil menatap serius kearah Umar Pak Edi mulai menjawab. Sebenarnya pak Edi tak percaya bocah se kecil itu sudah memikirkan hal itu “ Tuhan itu tidak ada yang menciptakan, dia ada dengan sendrinya”,  Sambil membuka bungkusan bekal sang mama Umar membantah penjelasan sang guru“ Pisang goreng ini ada di tanganku karena di buat oleh mamaku, mana mungkin sesuatu itu ada tanpa ada yang menciptakan” gugat Umar. Tampaknya Guru Agama di sekolah dasar itu kewalahan menjwab pertanyaan Umar. Bel sekolah berbunyi, itu pertanda pelajaran pagi akan segera di mulai “ Ehm ...gini aja Mar, insyaAlloh dilain waktu akan saya jelaskan” bujuk pak Edi kepada Umar. Dan Umar mengangguk setuju.

Loceng istirahat berdenting. Anak-anak SD menyeruak keluar kelas. Kantin merupakan tempat favorite mereka mengahabiskan uang jajan. Tidak untuk Umar. Dia lebih memilih mengahbiakan waktu istirahat yang singkat itu melangkah ke perpustakaan. Lihai jari anak itu meilih buku di rakbuku yang tersusun rapi. Di petiknya sebuh buku yang berjudul menenal tuhan. Sebenarnya, buku itu meupakan buku bacaan orang dewasa. Tentu saja Umar kesulitan dalam memahaminya. Plan-pelan dia menyimak kandungan buku itu. Sampai akihirnya Umar mendapati kalimat yang berbunyi. “ Kenali dirimu maka kau akan mengenal tuhan mu”. Kalimat itu menairk perhatina Umar. Namun tetap saja dia tidak memaham makna kalimat itu. Umar terus saja memikirkannya. Sepulangt sekolah Umar menghampiri ayahnya. “ Yah tadi siang di perpustakaan aku membaca buku. Dalam buku itu tertuliskan “ kenali dirimu maka kau akan kenal tuhan mu”, maksudnya apa yah. Sang ayah berpikir keras. Kemudian berucap. “Diri kita ini ciptaan, maka pasti ada yang menciptakan. Siapa yang menciptakan, dialah Tuhan” jawab sang ayah. Umar terdiam memikirkan penejelasan sang ayah. Berhari-hari dia memikirkan pejelasan ayahnya. Namun Umar belum juga puas denga jawaban sang ayah.  Sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang penganut paham ateis ( tidak percaya dengan tuhan). Umar bertemu lelaki asing itu di sebuah toko buku. Awalnya dia  melihat Umar kecil sedang asyik membaca buku-buku yang bercerita tetang tuhan. “ Aneh sekali anak ini, kecil-kecil sudah baca buku tuhan” gumam orang itu dalam hatinya. Serta mereta dia mendekati Umar. “ Hi..., kamu lagi baca buku  apa” sapa nya kepada Umar. Umar tidak menghiraukan tegur sapa itu. Dia hanya membalasnya dengan senyuman. “ Aku juga pernah seperti kamu, mencari dimana tuhan berada” lanjut orang asing itu meyakinkan Umar. Sejenak Umar memandang kearahnya. Orang asing itu melanjutkan pembicaraaanya. Seprtinya Umar mulai tertarik pada obrolan itu. “ Telah bertahun-tahun waktu yang aku habiskan untuk mencari tuhan” orang asing itu terus berupaya mencuri perhatian Umar. “ trus gimana Om, sudah ketemu sama tuhan?” tanya Umar penasaran. “ Belum” jawab orang itu singkat. Mereka terlibat obrolan serius. Orang asig itu pun menggiring Umar ngobrol di sbuah kedai di tepian jalan. Untuk membayar rasa penasarannya Umar pun mengiyakan ajakan itu. “ Nama kamu siapa ?” “ Nama ku Umar” jawabnya singkat. Bersama orang Asing itu Umar melangkah.tanpa terasa mereka tiba di sebuah  kedai sederhana. Kota kecil tempat Umar tinggal tampak bersahaja. Kedai-kedai santai ramai berjajar di pinggaran jalan kota itu. “ Mas teh manis hanat dua!” pesan orang asing itu kepada pelayan. “ Kamu mau makan apa ?” tawarnya kepada Umar. “ Oh gak uasah Om, trimakasih”. Sambil menatap dalam kearah Umar orang asing itu mengambil piring yang kemudian diususun dengan pisang goreng yang terlihat masih hangat. Orang asing itu memulai pembicaraan. “ Kamu tinggal di mana?” “di Desa Tegal Cangkring” jawab Umar. “ Kamu punya rumah disana?” tanyanya lagi kepada Umar. “ Ya “ jawab Umar singkat. “ Ah aku gak percaya” “ Lho kok Om gak percaya kalua aku punya rumah disana?” , “ Bagaiamana aku bisa percaya, aku kan belum lihat rumahmu” balas orang asing itu. “ Kalau benar kamu punya rumah, coba lihat rumahmu?”. Umar terdiam. Dia berpikir bagaimana bisa dia  menujujakan rumahnya kepada orang itu. Orang asing itu kembali memulai pembicaraan. “ Kamu punya uang recehan?” “ ya aku punya emang kenapa?” jawab Umar dengan nada agak kesal. “ Coba lihat!, Aku baru akan percaya kalau aku sudah melihatnya dengan mata kepala ku sendiri”, pinta orang asing itu. Umar memandang orang itu dengan tatapan heran, sambil merogoh koceknya mengeluarkan beberapa lembar rupiah. “ Ini.....”. ucap umar sambil mengajukan tangan kanannya  yang berisikan uang receh. “ Oh iya, kalau begitu sekarang aku percaya kalau kamu punya uang” . Orang asing itu  tersenyum. “Boleh aku tanya aku tanya lagi” “ Boleh saja, asal jangan merepotkan aku” jawab Umar. “Apakah kamu punya tuhan?”, “ Doarrrr......” Kepala Umar serasa pecah mendengar pertanyaan itu. “ hahahahaha” orang asing itu tertawa menyaksikan wajah Umar yang menampakkan kebingungan?” “ Jika aku mengaku punya tuhan, orang asing ini tentu akan menanyakan keberdaan tuhanku, lalu bagaimana mungkin aku bisa menunjukkan tuhanku” fikir Umar dalam hatinya. Namun bocah kecil itu tak mau kalah dalam perdebatan. Setalah lama terdiam Umar kemudian balik bertanya. “ Apakah anda punya otak?” balas Umar. Orang asing itu pun mengkernyitkan dahinya. Tampak jelas kebingungan tergambar di wajah lelaki dewasa itu. Betapa tidak orang asing itu tentu akan bingung harus menjawab apa,  jika kemudian Umar “bertanya dimana otak anda?”, orang asing itu tentu tidak akan mamapu menujukan otaknya, dan hal itu berarti orang itu tidak punya otak. Umar kecil mememnangkan perdebatan itu. Namun dia masih merasa belum puas dengan diskusi itu. Pikirannya masih menyimpan segudang tanya tentang Tuhan . Terus saja  Umar memikirkan tentang keberadaan tuhan dan tentang apa yang sedang dilakukan oleh tuhan. Tanpa terasa langit sore mulai memerah. Umar pamit pulang. Sedang orang asing itu masih penasaran dengan pemikiran bocah kecil sekelas Umar, dia mencoba menahan kepergian Umar. Namun Umar tetap ingin pulang.  ( I, Jembrana, 6 April 2010)