PAk KAdes dan Pak Ustadz
Pak Kades dan UstadPADA tahun 80an Ciwastra adalah pesawahan yang luas menghampar, dari namanya juga ciwastra yang kurang lebih artinya dalam bahasa sunda adalah Cai Walastra, atau banyak air menggenang, ciwastra seperti kawasan yang terendam air, memang banyak air dan suka banjir tetpi bagi petani membawa berkah , karena ciwastra bisa disulap menjadi lautan sawah. Menurut cerita , Ada sebuah mesjid di kampung Ranca Sawo yang namnya Al MAkmur, Ustad Jamhuri penjaga mesjid itu, selain pengajar ngaji untuk anak-anak, juga sering jadi Iman dan Khotbah dalam shalat Jum�t. Suatu saat dia berceramah dalam khotbah jum�t yang sudah merupakan kesekian kalinya. seperti biasa dalam ceramahnya dia sering mengeluhkan tentang kehidupannya yang susah. bercerita tentang nasib istri dan anak-anaknya yang serba kekurangan."Hadirin muslimin wal muslimat, kita itu harus ridho memberikan sebagian hartanya bagi mereka yang tak mampuh , jangan sampai guru saudara-saudari yang mengabdi pada umat manusia dibiarkan hidup melarat, kasian sekali kalau ada guru ngaji yang sepedanya sudah reyot masih mau datang meskipun jauh-jauh, dia harus mengayuh sepedanya yang sudah tak layak dipakai lagi" Tuturnya, nadanya menyindir para jemaah yang hadir. "Masa tidak melihat betapa mulianya perbuatan dia untuk beramal baik dan tak pernah lupa akan kewajibannya pada sang kholik". Lanjutnya kemudian.Para pemuda yang duduk dibarisan belakang pada nyekikik, menahan ketawa. mendengar penyakit Ustad Jamhuri kambuh."Ah ustad ini hidupnya hanya meratapi diri".kata seorang pemuda yang berkepala benjol.Suatu hari ada kerja bakti membersihkan parit di tengah sawah, Ustad yang biasanya jarang bergabung, tumben ikut serta. dengan tak lepas dari pecinya di kepala dan sarungnya yang melintang dibadan, dia terjun ke parit yang airnya kecoklatan dengan rajin mencabuti rumput dan tanaman yang merintangi arus air. Tiba-tiba dia kaget, dia meraba subuah benda di bawah air yang sangat keras, diraba-raba sampai dia menguasai dan mengira-ngira besarnya barang itu, lalu dia angkat. Dengan keheranan dia mengamati barang itu yang ternyata Mortir Jepang zaman peningalan perang agressi melawan belanda.Esok harinya dia membawa barang itu ke Cihapit, tukang lowak yang berada dekat Jalan dipenogoro, saat dia menawarkan barang miliknya , datang seseorang yang kebetulan pengoleksi barang-barang bekas perang. Tidak banyak diskusi, orang itu langsung mengatakan bahwa dia berani menukar mortir temuan Ustad dengan sepeda baru. Ustad tersenyum sangat senang dan tentu saja menerima tawaran itu.Beberapa hari kemudiann dia pergi ke parit lagi disertai istrinya , dia menenggalamkan tangannya dan meraba-raba kedasar parit."Sedang apa lagi kamu Ustad" tanya pak Kades yang kebetulan lewat, dia baru pulang ngail belut."Tad, janganlah kau bermimpi lagi bahwa kau akan menemukan mortir baru, barang yang kau temukan itu bukanlah rejeki karena kau rajin ibadah, tetapi karena kau mau ikut kerja bakti. kalau kau tak ikut kerja bakti kau tak akan dapat sepeda baru" Kata pak kades ketus.Pak kades memang orangnya sangat judes dan saklek kalau bicara dia tak pernah berpikir dua kali apakah pernyataannya bisa menyinggung orang lain atau tdiak. Dia suka tak memperdulikan itu."Kualat, murtadun" Kata Ustad dalam hatinya.Telinga dan muka Ustad memerah, marah sekali pada pak Kades , tetapi amarahnya cukup dipendam di hati."dari pada tangan mereba-raba angin kosong di dalam air, lebih baik kalian kumpulkan kangkung liar itu untuk makan malam kalian". Lanjut pak Kades sambil ngeluyur pergi.Istri Usatd malah meresa seperti mendapatkan gagasan, dia tidak mennyimpan kata-kata pak kades sebagai cacian apalagi penghinaan, dia lantas kumpulkan kangkung-kangkung liar yang tumbuh di sepanjang parit, hingga keranjang bambu besar yang dibawanya sarat dengan kangnkung.Sorenya Istri ustad membawa kangkung yang dipungut di parit ke pasar dan dijualnya. Dan memang lumayan mendapatkan untung. Uang hasil penjualan kankung cukup banyak, maka dia pergunakan untuk keperluan dapur dan rumah. Sebagian uangnya dia digunakan untuk belanja membeli gula, garam, beras dan lauk pauk lainnya. Sebagian untuk sarung, tikar dan lain-lain, masih ada uang tersisa dan ditabungkan untuk menjaga biaya tak terduga."Nyi, lumayan juga hasil dari jualan kangkung itu. kalau begitu setelah shalat Dzuhur kita ke parit lagi, kita pungut semua tanaman liar yang bisa dimakan, disamping kita beramal baik membersihkan parit yang berguna bagi kelancarang irigasi air untuk sawah, kita juga bisa dapat untungnya" kata ustad saat mereka sedang mengaso di dipan dalam gubuk mereka."Ya Kang saya siap. Saya malah baru bikin keranjang baru".Benar juga mereka sangat rajin sekali, bahkan hampir setiap hari mereka pergi ke sawah, menulusuru parit hingga kiloan meter, tak peduli terik matahari menyengat dan hujan mengguyur tubuh mereka , tak pernah merasa lelah, tak pernah merasa bosan , sungguh ulet dan tekun. Berjam-jam di tengah sawah mencari kangkung dan tanaman yang bisa dimakan dan dijual, seperti genjer, bakecot, kembang kahitutan dan lain-lain. Shalat Dhuhur dan Ashar pun merekan sering lakukan di tengah sawah. Anak-.anaknya sudah sangat mengerti hidup memperhatikan sendiri, mereka belajar mandiri tanpa orangtuanya yang sedang mencari nafkah, dari mau pergi kesekolah sampai mempersiapkan makan mereka lakukan sendiri . Sampai suatu hari setelah beberapa tahun terdengar bahwa Keluarga Ustad menjadi makmur, dari jerih payahnya dia mampu membeli Sawah yang jumlahnya hektaran, memeliki ternak kerbau dan domba. dan malah rumahnya yang gubuk bambu berubah menjadi gedung bertembok kokoh, Menyulap sepeda menjadi Motor DKW dan malah ada kabar dia dan istrinya akan naik haji.Keberhasilan Ustad tercium kemana-mana. Setiap orang jadi sangat hormat padanya, bahkan para pemuda yang dulu sering mengolok-olok menjadi generasi penerus ustad mengurus mesjid dan mengajarkan ngaji pada anak-anak, malah menjadi iman bergantian. Pada hari jum�t ustad diberi kesempatan menjadi Iman, para makmum mengikuti dengan khusu, bahkan saat ustab memberikan khotbah, para jemaah sangat serius memngikuti petuahnya.Setelah selesai , saat Ustad mau pulang ke rumah, terdengar seorang menyapa:"Assalamu�laikum Pak Ustad".Ustad melirik."Eh, pak Kades...alaikum salam"Pak kades yang manpak kurus dan terlihat lelah menyalami Ustad, badannya membukuk dan bibirnya hampir mencium tanganya, Ustad mengangkat badannya."Ada apa Pak Kades, Tumben, baru kelihatan lagi sekarang ? Mari duduk disana !"
Ustad mengajak pak Kades bersila di suatu pojok diruangan Mesjid yang mulai kosong."Begini pak Ustad, Saya mau tanya, bagaimana doanya ingin kaya ?"Kata Kades sewaktu mereka berada di pojok. "Ha ha ha.. ha .. Pak Kades, dekatkanlah diri pada Alalh, beribadahlah !":"Pak Usatd, saya ini menjadi orang papa karena pasti saya ini telah melupakan ibadah pada Illahi, Setelah saya tak terpilih lagi jadi kepala desa empat tahun yang lalu saya ini sangat getol ibadah tetapi kenapa malah tambah miskin":."Sebenarnya tidak ada doa agar bisa kaya itu, tetapi ada juga doa agar mendapat rezeki, itu juga rezeki tidak jatuh sendirinya dari langit. Kita harus berikhtiar. Pak kades pernah berkata bahwa martir yang saya temukan waktu itu adalah bukan dari hasil ibadah saya. Sebenarnya yang saya lakukan itu adalah ibadah, ibadah itu bukan saja bersujud dan memuji serta memuja yang kuasa atau shalat lima waktu tetapi mencari nafkah juga adalah ibadah yang wajib. Cibiran pak kades waktu itu membuka hati dan mata saya, sehingga saya sekarang merasakan hasilnya, nikmat sekali dilimpahkan rezeki yang halal"."Oh begitu pak Usatd". "Saya hanya heran, dulu pak Kades adalah orang berhasil, pak kades seorang petani yang cerdas, memiliki bakat luar biasa dalam bercocok tanam sehingga panen padi tak pernah gagal, bisa memberantas hama dengan cara alami tanpa harus memakai semprotan macem-macam, tetapi setelah pak Kades terpilih oleh rakyat sebagai kepala desa, seseorang yang telah memberikan sumbangan besar dalam dunia pertanian. Pak kades tenggelam dalam kemalasan, kenyamanan yang pana, tak pernah ke sawah lagi, mengandalkan hidup dari harta yang mati, perlahan sawah dijual karena tak menghasilkan lagi dan tak terurus, ternakpun tak menghasilkan laba, hingga terpaksa hewannya dilelang dan akhirnya sekarang pak kades tak punya apa-apa. hanya tinggal istri yang banyak hutang. Pak Kades, Ilmu yang pak Kades miliki sekarang hanyalah barang rongsok yang sia-sia, rakyat telah belajar dari pak Kades dan berhasil tetapi pak kades tak mampu memanfaatkan ilmu yang pak Kades miliki untuk kepentingan pak Kades sendiri. Jangan menunggu sampai waktu terus berlalu. Ma'af bukan mau menggurui tapi saya ini Usrtad perlu memberi tahu. Dalam ibadah itu harus seimbang, sehingga tahu bagaimana menghayati hidup ini":Pak Kades tempak termangu seperti merenungi apa yang dikatakan Ustad dan apa yang telah terjadi."Pak kades, saya mau pulang dulu, ini perut keroncongan, mau mampir kerumah, kita makan sama-sama!" ajak ustad selanjutnya"terima kasih Pak Ustad, lain waktu saja, dan mohon jangan panggil saya Pak Kades , saya sudah lama bukan kades lagi."Mereka berdiri lalu meninggalkan Mesjid.Pada suatu hari di siang bolong Ustad pergi ke Sawahnya yang sendang mengguning ,siap panen. saat dia menelusuri jalan setapak dipinggir parit dia melihat seseorang sedang rajin mencabuti kangkung liar. waktu didekati"Eh Pak Kades, rajin sekali, sedang apa Pak ?""Aduh pak Ustad..Saya sedang cari Mortir "